A. Pengantar
Klages memakai cara pendekatan
pensifatan dan menentang cara pendekatan tipologis. Namun cara pendekatan
tipologi itu sama sekali tidak memuaskan Klages karena tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk memahami sesama manusia. Seorang ahli tipologi sudah puas
dengan memasukkan seseorang ke dalam tipe begini atau tipe begitu. Ahli
tipologi sudah menyediakan kategori-kategori tertentu sebagai wadah untuk
mengkategorikan manusia ke dalam golongan-golongan atau tipe tertentu. Dalam
tiap-tiap wadah itu telah disediakan daftar sifat-sifat tertentu, sehingga
individu-individu yang dikirakan memiliki sifat-sifat yang terdapat pada
masing-masing wadah itu, tinggal memasukkan saja ke wadah yang ini atau wadah
yang itu. Cara bekerja yang demikian itu dipandang oleh Klages terlalu kasar
atau terlalu dangkal, sebab sifat-sifat yang disebut pada masing-masing tipe atau
wadah itu hanya sifat-sifat pada garis besar saja, sehingga kalau seseorang
telah dimasukkan ke dalam salah satu tipe, maka sifat khas individualnya justru
terpaksa diabaikan. Jadi menurut Klages dengan cara pendekatan tipologis itu
orang tidak dapat mendekati kepribadian secara layak.
B. Aspek-Aspek Kepribadian
Klages
mengemukakan ada 3 aspek kepribadian, yaitu :
1. Materi Kepribadian
Materi atau bahan merupakan salah satu
aspek daripada kepribadian berisikan semua kemampuan (daya) pembawaan beserta
talent-talentnya. Materi ini merupakan modal pertama yang disediakan oleh
kodrat untuk dipergunakan dan diperkembangkan oleh manusia.
Klages membedakan antara ingatan dan
mengenang kembali. Ingatan merupakan suatu kenyataan vital, daya untuk mengingat
kembali kesan-kesan, dan membanding-bandingkan kesan-kesan yang lama serta yang
baru. Ingatan ini berfungsi tanpa disadari, tanpa ingatan maka proses-proses
kerohanian tak akan dapat berfungsi apa-apa. Tanpa ingatan itu maka orang tak
akan dapat mengenal kembali sesuatu, tidak akan mempunyai kebiasaan tingkah
laku dan tidak akan dapat berfantasi. Jadi singkatnya ingatan ini memungkinkan
manusia untuk mengingat kembali ( recognition), mengingat kebiasaan tingkah
laku, mempunyai harapan-harapan akan kesan-kesan yang akan diterimanya,
mengenangkan kesan-kesan yang waktu dan berfantasi.
Daya mengenang atau mengingat kembali
(Erinerungsvermogen,the capacity of recollection,herinneringsvermogen). Daya
mengingat kembali ini dibedakan dari ingatan berdasarkan atas kenyataan, bahwa
kedua hal tersebut adanya pada seseorang individu itu belum tentu mempunyai
korelasi positif. Orang dapat menjumpai individu yang kuat sekali, tetapi apa
yang ada dalam ingatannya itu sukar sekali untuk ditimbulkan ke dalam
kesadaran. Sebaliknya banyak juga individu yang ingatannya tidak kuat, tidak
dapat menyimpan kesan-kesan secara baik, tapi apa yang ada dalam ingatannya itu
dengan mudah dapat ditimbulkan kembali dalam kesadaran.
2. Struktur Kepribadian
Klages memberikan pengertian tentang
istilah struktur. Istilah ini adalah sebagai pelengkap daripada istilah materi.
Bila materi dipandang sebagai isi, bahan, maka struktur dipandang sebagai
sifat-sifat bentuknya atau sifat-sifat formalnya. Menurut Klages tingkah laku
adalah sifat pribadi yang mempunyai nilai konstan. Ada 3 soal yang dikemukakan
oleh Klagesdalam struktur itu, yaitu :
( 1 ) Temperamen
Klages melukiskan temperamen itu
sebagai sifat daripada struktur. Orang-orang yang biasanya disebut temperamen
sanguinis menunjukkan sifat-sifat yang tak dikenal lelah dengan kuatnya menuju
ke suatu tujuan yang disadarinya benar-benar. Tetapi tidak semua orang yang
sanguinis demikian sifatnya. Ada juga orang-orang sanguinis yang banyak
“petingkah”, mudah berubah dan mudah tertarik oleh hal-hal lain. Sebaliknya
orang-orang yang biasa disebut temperamen phlegmatis menunjukkan sifat-sifat
serba lambat tidak punya minat dan apathis, disamping itu ada juga orang-orang
phlegmatis yang suka bertindak, tetapi sekali menyala harus memenangkan
kekuatan yang besar. Jadi semisal gunung berapi.
Klages juga memberikan corak-corak
tertentu dalam tindakan Sanguinis. Suasana perasaan seperti juga halnya kemauan
dan afek, berakar pada tempo. Dari suasana hati yang aktif dan ekspansif inilah
terdapat seorang sanguinis yang tidak pernah merasa puas, tidak sadar dan tetap
arahnya. Klages juga menerangkan tentang temperamen pleghmatis adalah kebalikan
daripada orang yang bertemperamen sanguinis. Temponya lambat, suasana hatinya
depresif, daya reaksi berat.
Antara sifat-sifat struktur dan materi
itu bannyak terdapat afinitas (hubungan), sehingga ada seorang sanguinis yang
besar sekali dinamika berpikirnya, lebih abstrak dan mempunyai kecakapan
berpikis spekulatif. Sebaliknya seorang pleghmatis lebih tertarik kepada
kenyataan-kenyataan. Berpikirnya juga konkret, kadang-kadang kurang dinamikanya
dan di lain pihak jalan pikiran yang singkat pendek dan cenderung ke arah
intinya saja.
( 2 ) Perasaan
Tiap-tiap perasaan memiliki dua sifat pokok, yaitu :
a) Di
dalam tiap perasaan terletak kegiatan batin (inner activity)
Yang dimaksud dengan kegiatan batin ialah daya untuk
membeda-bedakan keinginan-keinginan yang terkandung dalam perasaan. Menurut
Klages dalam tiap perasaan itu terkandung keinginan. Ada dua macam keinginan
yaitu keinginan menerima dan keinginan menolak.
b) Di
dalam tiap perasaan terdapat corak perasaan, yaitu taraf-taraf kejelasannya.
Klages membedakan perasaan afek dan suasana perasaan. Suatu
perasaan akan menjadi afek apabila faktor keinginan menonjol ke muka. Pada afek
orang lebih melihat getaran daripada corak atau warna kemarahan. Sebaliknya
suasana perasaaan lebih menonjolkan warna-warna tertentu dan corak-corak
tertentu. Kesedihan, kerinduan adalah suasana perasaan. Ditinjau dari
fungsinya, ada dua hal dalam suasana perasaan itu, yaitu :
(1) Suasana perasaan
yang ekspansif, arahnya tertuju ke luar, sentrifugal
(2) Suasana perasaan
yang depresif, arahnya tertuju ke dalam, sentripetal.
Sejalan dengan afek itu, Klages membagi juga kemauan menjadi
tiga sifat, yaitu:
(1) Aktif
(2) Pasif
(3) Reaktif
Kemauan yang aktif adalah kemauan yang
selalu bergerak dari sesuatu tujuan ke tujuan yang lainnya. Ini merupakan
komponen yang tak dapat dielakkan untuk sesuatu perbuatan. Hal yang demikian
ini dalam pembicaraan sehari-hari disebut kemauannya kuat. Kesanggupan untuk
berkemauan, bertekun dan menaati terutama berdasarkan kepada kemauan yang
pasif. Dalam pembicaraan sehari-hari hal yang demikian itu disebut berketetapan
hati, tahan menderita dan besar kemauannya untuk mengatasi rintangan.
Kemauan menampakkan diri dalam
bentuknya yang reaktif dalam sifat keras kepala dan keras hati. Juga disini
kerjasama antara dua kekuatan yang saling berlawanan itu dapat digambarkan
dengan rumus bangun seperti pada perasaan itu, jadi :
Dh
Keterangan :
Kk : adalah kekuatan kemauan
Dk : adalah daya kemampuan
Dh : adalah daya hambatan
( 3 ) Daya ekspresi
Manusia mempunyai dorongan-dorongan
nafsu. Dorongan-dorongan nafsu ini adalah proses jiwa, dorongan-dorongan nafsu
itu baru dapat disaksikan bila telah menampakkan diri dalam proses-proses
jasmaniah seperti misalnya perubahan detak jantung, perubahan pernafasan,dll.
Pernyataan proses-proses kejiwaan itu disebut secara teknik ekspresi. Juga
ekspresi ini pun sebagai sifat struktur tergantung kepada dua kekuatan yang
saling berlawanan, yaitu keadaan perangsang dan hambatan untuk ekspresi. Saling
berhubungan antara kedua kekuatan yang saling berlawanan itu dapat dirumuskan
sebagai berikut :
P
H
Di mana : E : adalah ekspresi
P : adalah keadaan perangsang
He : adalah hambatab ekspresi
Menurut Klages yang menjadi hambatan ekspresi
adalah penguasaan diri. Penguasaan diri ini harus menjadi kekuatan imbangan
daripada nafsu-nafsu. Tiap-tiap orang mempunyai kekuatan penguasaan diri itu
masing-masing itu, yang satu sama lain berbeda-beda. Karena itulah maka dapat
disaksikan adanya bebrapa orang yang sudah menunjukkan perubahan ekspresi oleh
perangsang yang kecil, sebaliknya terdapat juga orang-orang yang oleh gelombang
yang besar-besarpun belum menampakkan perubahan ekspresi. Daya ekspresi itu
adalah bagian daripada kemampuan dasar.
3. Kualitas Kepribadian
( Sistem Dorongan-dorongan )
Antara kemauan dan perasaan terjadilah
perlawanan atau kebalikan yang sedalam-dalamnya. Perlawanan ( antagonisme )
inilah yang menjadi dasar daripada siatem dorongan-dorongan Klages. Kemauan
dapat mengikuti atau melawan perasaan, tetapi tak dapat memanggilnya atau
menimbulkannya. Perasaan baru dapat dibangkitkan bilamana kemauan dilumpuhkan
atau ditundukkan.Sifat kemauan adalah aktivitas, kebebasan, sedangkan sifat
perasaan adalah bergantung dan berhubungan. Dalam kemauan “AKU” berkuasa, dalam
perasaan “AKU” dikuasai oleh “sesuatu”. Jika kemauan itu didorong oleh nafsu
mempertahankan “AKU”, menyerahkan “AKU” (diri) kepada yang dihadapi.
Jadi ada dua nafsu, yaitu nafsu
mempertahankan diri dan nafsu menyerahkan diri. Yang menjadi pendukung prinsip
ke”AKU”-an, daya persepsi tindakan yang menarik garis pemisah antara subyek dan
obyek adalah roh (Geist), yang menempatkan diri berhadapan dengan dunia
sekitarnya, sedangkan yang menjadi pendukung perasaan disebut oleh Klages jiwa
(seele). Roh adalah representasi daripada anasir kehidupan. Antara jiwa dan
tubuh tak ada pertentangan, dalam kehidupan hayati kedua hal tak terpisahkan,
sedangkan antara jiwa dan roh terjadi ketegangan yang tiada henti-hentinnya.
Jadi ditinjau secara teoritis murni, ada dua bentuk kepribadian, yaitu :
a) Kepribadian
yang dikuasi oleh roh ( der Geist )
b) Kepribadian yang
dikuasai oleh jiwa ( die Seele )
Disamping hal-hal yang telah
dikemukakan itu Klages mengadakan pembagian- pembagian lain yang lebih teliti.
Pembagian mengenai soal ini, yang biasa dikenal sebagai sistem
dorongan-dorongan, berkisar pada tiga pengertian besar, yaitu :
1) Penguasaan
diri
2) Nafsu
rohaniah
3) Hawa nafsu
Penguasaan diri akan ada apabila
“AKU” yang lebih stabil menguasai “AKU” yang lebih labil. “AKU” yang lebih
stabil itu disebut “aku yang umum”atau roh (Geist). Apabila roh itu tertuju
kepada penyerahan diri terjadilah nafsu rohania, sedangkan kalau yang menuju ke
penyerahan diri itu adalah “Aku Pribadi”(aku yang labil) terjadilah hawa nafsu.
Apabila roh menuju ke pertahanan diri terjadilah keinsyafan, sedangkan jika
yang menuju kepertahanan diri itu “Aku pribadi” terjadilah egoisme.
No comments:
Post a Comment