September 30, 2012

KETERAMPILAN BERBAHASA : ASPEK BERBICARA


a.       Pengertian Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan. Secara lebih luas, berbicara dapat dikatakan sebagai suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan dapat dilihat (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian, berbicara itu lebih dari sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan harus mengetahui prinsi-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu :
1.     memberitahukan dan melaporkan ( to inform )
2.     menjamu dan menghibur ( to entertain )
3.     membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan ( to persuade )
Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan ( Ochs and Winker, 1979:9 )
Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara antara lain:
1.       Membutuhkan paling sedikit dua orang.
2.       Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.
3.       Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
4.       Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.
5.       Menghubungkan setiap pembicaraan dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera.
6.       Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
7.       Hanya melibatkan aparant atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran.
8.       Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.
Seorang pembicara yang baik membuat ia menjadi penyimak yang baik pula.
Keberhasilan seseorang berkomunikasi dalam masyarakat menunjukkan kematangan atau kedewasaaan pribadinya. Ada empat ketrampilan utama yang merupakan ciri pribadi dewasa yaitu:
1.     Keterampilan sosial, kemampuan berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat. ketrampilan ini menuntut agar kita mengetahui apa yang harus dibicarakan, bagaimana cara mengatakannya, apabila mengatakannya, kapan tidak mengatakannya.
2.     Keterampilan semantik, kemampuan mempergunakan kata-kata dengan tepat arti.
3.     keterampilan fonetik, kemampuan membentuk unsur-unsur fonemik bahasa kita secara tepat.
4.     Keterampilan vokal, kemampuan  menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara.

b.       Ragam Berbicara
Secara garis besar, berbicara dapat dibagi atas :
1.    Berbicara di muka umum ( public speaking ) mencakup 4 jenis, yaitu :
a.    berbicara untuk melaporkan ;
b.    berbicara secara kekeluargaan ;
c.     berbicara untuk meyakinkan ;
d.    berbicara untuk merundingkan.
2.    Berbicara pada konferensi, yang meliputi :
a.    Diskusi kelompok, yang dapat dibedakan atas :
                                        1)    Tidak resmi, dan masih dapat diperinci lagi atas :
-     kelompok studi.
-     kelompok pembuat kebijaksanaan.
-     Komite.
                                        2)    Resmi, yang mencakup pula :
-     Konferensi.
-     Diskusi panel.
-     Simposium
b.    Prosedur parlementer
c.     Debat

c.       Metode Penyampaian dan Penilaian Berbicara
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar atau pemirsa, ataupun waktu untuk persiapan dapat menentukan metode penyajian. Sang pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari empat metode berbicara yang mungkin dipilih, yaitu :
1.    penyampaian secara mendadak (serta-merta);
2.    penyampaian dengan membuat garis besar (impromptu) ;
3.    penyampaian dari naskah ;
4.    penyampaian dengan menghafal.
Cara manapun yang dipilih untuk menyampaikan sesuatu pembicaraan, yang terpenting adalah bahwa usaha kita berhasil ; komunikasi berjalan lancar. Oleh karena itu, ada baiknya bila kita mengetahui pula cara mengevaluasi keterampilan berbicara.
Ada lima faktor dalam mengevaluasi keterampilan berbicara, yaitu :
1.    Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat ?
2.    apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan?
3.    Apakah ketepatan  dan ketetapan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakan ?
4.    Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
5.    Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran ataupun ke-native-speaker-an (keaslian bahasa) yang tercermin bila seseorang berbicara ?
Hal-hal tersebut kita kemukakan karena merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa “kemampun berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua bidang kehidupan”.

d.       Aspek Berbicara
Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara, dan (2) pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara. Di bawah ini kedua faktor tersebut akan dibahas satu-persatu.
a.       Pembicara
Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Dan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya, yaitu:
1)       Pokok Pembicaraan
Isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini.
(a)      Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik berupa informasi maupun pengetahuan.
(b)      Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan bahan untuk memperluas pembicaraan yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh.
(c)       Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi pendengar. Pokok pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan seperti berikut:
merupakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama;
merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi;
merupakan persoalan yang ramai dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi;
mengandung konflik atau pertentangan pendapat.
(d)      Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya tangkap pendengar; tidak melebihi daya intelektual pendengar atau sebaliknya, lebih mudah.

2)       Bahasa
Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan. Di samping itu, pembicara juga harus menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas berikut ini.
a.       Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai berikut.
(1)     Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi
Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefekvifan komunikasi akan terganggu.
Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha kearah itu sudah lama dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah.
Di bawah ini disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan pelafalan bunyi bahasa Indonesia.
(a)     Pelafalan /c/ dengan /se/
WC dilafalkan /we –se/ seharusnya we-ce
AC dilafalkan /a-se/ seharusnya /a-ce/
TC dilafalkan /te-se/ seharusnya /te-ce/
(b)     Pelafalan /q/ dengan /kiu/
MTQ dilafalkan / em-te-kiu/ seharusnya /em-te-ki
PQR dilafalkan /pe-kiu-er/ seharusnya /pe-ki-er/
(c)     Pelafalan /e/ sebagai /e’/ taling
E dengan dilafalkan dengan / dengan /seharusnya / dengan
ke mana dilafalkan ke mana/ kE mana /seharusnya /kemana/
berapa dilafalkan berapa /bErapa / seharusnya / b rapa /
esa dilafalkan esa / Esa / seharusnya / sa /
ruwet dilafalkan /ruwEt / seharusnya / ruw t /
peka dilafalkan / pe – ka / seharusnya peka
lengah dilafalkan / l nah / seharusnya lengah /lEngah/
(d)     Pelafalan diftong /au/ dengan /o/
kalau dilafalkan / kalo / seharusnya / kalaw/
saudara dilafalkan / sodara / seharusnya / sawdara /
(e)     Pelafalan diftong /ai / sebagai /e /
Pakai dilafalkan / pake/ seharusnya / pakay /
balai dilafalkan / bale / seharusnya / balay /
(f)       Pelafalan / k / dengan bunyi tahan glotal (hamzah)
pendidikan dialafalkan / pendidi an / seharusnya /pendidikan/
kemasukan dilafalkan / kemasu an / seharusnya / kemasukan /
Tahun dilafalkan / taun / seharusnya / tahun /
Lihat dilafalkan / liat / seharusnya / lihat /
Pahit dilafalkan / pait / seharusnya / pahit /


(2)     Penempatan Tekanan, Nada, Jeda, Intonasi dan Ritme
Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang sesuai akan merupakan daya tarik tersendiri dalam benrbicara; bahkan merupakan faktor penentu dalam keefektivan berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan tekanan, nada, jangka dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan pembicaraan itu menjadi menarik. Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat  menimbulkan kejemuan bagi pendengar dan keefektivan berbicara akan berkurang.
Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme dapat menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian keefektivan berbicara menjadi terganggu.
(3)     Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasi.
(4)     Kata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, maksudnya adalah pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan keadaan para pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi pendengarnya para petani, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata atau ungkapan yang mudah dipahami oleh para petani.
Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan harus jelas, mudah dipahami para pendengar.  Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular.
Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan.
Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar pembicaraan tidak menjemukan pendengar.
(5)     Ketepatan Susunan Penuturan
Susunan penuturan berhubungan dengan penataan pembicaraan atau uraian tentang sesuatu. Hal ini menyangkut penggunaan kalimat. Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan lebih memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.

b.       Faktor Nonkebahasaan
Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup
a)       Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel.
b)       Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara
Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan lawan bicara, baik dalam pembicaraan perseorangan maupun kelompok. Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara akan mengurangi keefektivan berbicara, di samping itu, juga kurang etis. Banyak pembicara yang tidak mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan ke atas. Hal ini mengakibatkan perhatian pendengar menjadi berkurang.
c)       Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah yang harus kita perhatikan dan jka pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai karena memang itulah pengetahuan dan pemahamannya.
d)       Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri
Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis.
e)       Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat
Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan. Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan, juga harus memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang mempunyai banyak ide namun ia tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya ada orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang idenya sehingga apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi.
f)         Gerak – gerik dan Mimik yang Tepat
Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa yang lainnya adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas atau menghidupkan pembicaraan. Gerakgerik dan mimik yang tepat akan menunjang keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektivan berbicara.
g)       Kenyaringan Suara
Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktivan berbicara. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik yang ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit; atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar.
h)       Kelancaran
Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu, misalnya, e…, em…, apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan berbicara terlalu cepat sehingga menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan.
i)         Penalaran dan Relevansi
Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran yaitu cara berpikir yang logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pembicaraan seorang pembicara terdapat urutan pokok-pokok pikiran logis sehingga jelas arti atau makna pembicaraannya. Relevansi berarti adanya hubungan atau kaitan antara pokok pembicaraan dengan urainnya.
j)         Penguasaan Topik
Pengauasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu kepada para pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu. Sebab, dengan penguasaan topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang kelancaran

Ada empat aspek ketrampilan berbicara, yaitu
a) ketrampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat. Ketrampilan sosial menuntut agar kita mengetahui : apa yang harus dikatakan, bagaimana cara mengatakannya, dimana mengatakannya, kapan tidak mengatakannya.
b) Keterampilan semantik (semantic skill) adalah kemampuan untuk mempergunakan kata-kata dengan tepat dan penuh pengertian. Untuk memperoleh ketrampilan semantik maka kita harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai makna-makna yang terkandung dalam kata-kata serta ketetapan dan kepraktisan dalam penggunaan kata-kata. Hanya dengan cara inilah kata-kata dapat masuk dengan cepat dan mudah ke dalam pikiran.
c) Ketrampilan fonetik (phonetic skill) adalah kemampuan membentuk unsur-unsur fonemik bahasa kita secara tepat. Ketrampilan ini perlu karena turut mengemban serta menentukan persetujuan atau penolakkan sosial. Ketrampilan ini merupakan suatu unsur dalam hubungan-hubungan perorangan yang akan menentukan apakah seseorang itu diterima sebagai anggota kelompok atau sebagai orang luar.
d) Ketrampilan vokal (vocall skill) adalah kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara kita. suara yang jelas, bulat, dan bergema menandakan orang yang berbadan tegap dan terjamin, sedangkan suara yang melengking, berisik, atau serak parau memperlihatkan kepribadian yang kurang menarik dan kurang meyakinkan.

   Pada aspek kognitif, pada dasarnya terdiri dari empat hal yang diperlukan dalam berbicara.
1)  Pembicara merupakan suatu makud, suatu makna yang diinginkannya dimiliki oleh orang lain, yaitu :suatu pikiran.
2)  Sang pembicara adalah pemakai bahasa membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata.
3) Sang pembicara adalah suatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara.
4)  Sang pembicara adalah suatu yang harus dilihat, memperlihatkan suatu tindakan yang harus diperhatikan dan dibaca melalui mata.

Menurut Mulgrave (1954:ix) berbicara dalam aspek kognitif dapat ditelaah menjadi:
1)  mekanisme bicara dan mendengar
2)  latihan dasar bagi ajaran dan suara
3)  bunyi-bunyi bahasa
4)  diftong
5) konsonan.

                Pada aspek ketrampilan mengelola pembelajaran menurut Florez dalam Santrock (2008) mengemukakan berapa strategi yang dapat  digunakan oleh guru agar dapat berbicara secara jelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Strategi yang dimaksud oleh Florez adalah harus dilakukan dengan menggunakan tata bahasa yang benar, kosa kata yang dapat dipahami dan tepat pada perkembangan anak, melakukan penekanan pada kata-kata kunci atau dengan mengulang penjelasan, berbicara dengan tempo yang tepat, tidak menyampaikan hal-hal yang kabur, dan menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar berbicara secara jelas di kelas.
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
 Prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara,  antara lain:
1)  Membutuhkan paling sedikit dua orang
2)  Mempergunakan suatu linguitik yang dipakai bersama
3)  Mengakui atau menerima suatu daerah referensi umum
4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.

e.       Perkembangan Berbicara pada Anak Sekolah Dasar
Linguis berkata bahwa berbicara adalah suatu ketrampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh ketrampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari secara berkelanjutan terutama di sekolah. Berbicara sudah barang tentu berhubungan dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan membaca di sekolah. Kebelummatangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Juga perlu kita sadari bahwa keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara efektif dalam ketrampilan berbahasa yang lainnya.
Anak SD sudah mampu memahami tata bahasa dengan baik, kosa kata yang mereka kuasai mencapai kurang lebih seribu kata. Pada masa ini, anak-anak jarang menggunakan kalimat-kalimat pasif, “conditional sentence” serta kalimat-kalimat yang menyatakan masa lampau.
Pada usia ini, kemampuan bicara anak-anak menjadi sangat mirip dengan orang dewasa. Mereka berbicara dalam kalimat yang lebih panjang dan lebih rumit. Mereka menggunakan lebih banyak kata hubung, kata depan, dan artikel. Mereka menggunakan kalimat kompleks dan dapat menangani semua bagian pembicaraan. Selain itu, anak-anak pada usia ini berbicara secara lancar dan benar, serta dapat dimengerti.
Ada dua proses yang memungkinkan perkembangan berbahasa, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang menggabungkan informasi dari lingkungan ke dalam skemata (pengetahuan awal) yang ada. Sebaliknya, akomodasi adalah proses kognitif yang mengubah skemata yang ada atau membuat skemata baru untuk menyesuaikan dengan lingkungan. Melalui asimilasi, anak-anak menambahkan informasi baru ke dalam gambaran mereka tentang dunia; melalui akomodasi, mereka mengubah gambaran mereka tentang dunia berdasarkan informasi baru.    
       
TAHAP BERBICARA
                                        1)    Kurang dari 1 tahun
a)       Belum dapat mengucapkan kata-kata.
b)       Belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya.
c)        Dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa.                         (Eimas, lewat Gleason, 1985: 2, dalam Zuchdi, 1996: 4)
                                        2)    Usia 1 tahun
a)       Mulai mengoceh.
b)       Bermain dengan bunyi (bermain dengan jari-jari tangan dan kakinya)
c)       Perkembangan pada tahap ini disebut pralinguistik.
d)       Ketika bayi dapat mengucapkan beberapa kata, mereka memiliki ciri-ciri perkembangan yang universal.
e)       Bentuk ucapan hanya satu kata, sederhana, mudah diucapkan dan memiliki arti konkret (nama benda, kejadian atau orang-orang di sekitar anak).
f)         Mulai pengenalan semantik (pengenalan makna). (Gleason, 1985: 2)
                                        3)    Usia  2 tahun
a)       Mengetahui kurang lebih memiliki 50 kata.
b)       Kebanyakan mulai mencapai kombinasi dua kata yang dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan atau bentuk lain yang seharusnya digunakan.
c)        Mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa.
d)       Mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek.
                                        4)    Usia Taman Kanak-kanak
a)       Memiliki dan memahami sejumlah besar kosa kata.
b)       Mampu membuat pertanyaan-pertanyaan, kalimat majemuk dan berbagai bentuk kalimat.
c)       Dapat berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru.
                                        5)    Usia Sekolah Dasar
a)        Peningkatan perkembangan bahasa, dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
b)       Peningkatan perkembangan penggunaan bahasa
                                        6)    Usia Remaja
a)        Penggunaan bahasa yang khas sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri .
b)       Usia ini merupakan usia yang sensitif untuk belajar berbahasa (Gleason, 1985: 6).
                                        7)    Usia  Dewasa
a)       Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam perkembangan bahasa sesuai dengan tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat, dan jenis pekerjaan.

f.         Hubungan antara keterampilan berbicara dengan keterampilan lainnya
1)     Hubungan antara berbicara dengan menyimak
Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langung, merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication yang sangat erat, antara lain:
a)    Ujaran biasannya dipelajari melalui menyimak dan meniru. Oleh karena itu, contoh atau model yang disimak atau direkam oleh sang anak sangat penting dalam penugasan kecakapan berbicara.
b)    Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasannya ditentukan oleh perangasangnya yang mereka temui (misal di kota atau di desa) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
c)    Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam mayarakat tempatnya hidup ; misal ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata, pola-pola kalimat.
d)    Anak yang lebih muda dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit dibanding mengucapkannya sendiri.
e)    Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f)      Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru, cerita-cerita yang bernilai tinggi.
g)    Berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak menyimak. Umumnya sang anak meniru bahasa yang didengarnya.  

2)    Hubungan antara berbicara dengan membaca
a)    Perfoman atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
b)    Kalau pada awal tahun sekolah ujaran membentuk suatu dasar bagi pembelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak yang kelas tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka, misalnya kesadaran linguistik mereka terhadap istilah baru, struktur kalimat yang baik, serta diksi yang tepat.
c)    Kosa kata khusus mengenai bacaan haruslah diajarkan secara langung. Seandainya muncul kata-kata baru, sang guru hendaknya mendiskusikan dengan siswa agar mereka langung dapat memahami maknanya sebelum membacanya.

3)     Hubungan antara berbicara dengan menulis
Wajar bila komunikai lisan dan komunikasi tulis erat ekali hubungannya, karena keduannya mempunyai banyak persamaan, antara lain;
a)       Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis kosakata, pola-pola kalimat, dan hal dasar bagi ekpresi tulis.
b)      Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya.
c)       Perbedaan terdapat pula  antara komunikai lisan dan komunikasi tulis. Ekpresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, dan biasannya lebih kacau serta membingungkan komunikasi informal, dan seringkali anak bicara tidak ada hubungannya satu sama lain.
d)      Pembuat catatan serta pembuat bagan rangka ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada pendengar. Para siswa harus belajar berbicara dari catatan dan membutuhkan banyak latihan berbicara 











10 comments:

Anonymous said...

Sangat menolong, Terima ksih utk tambahan ilmunya.

Anonymous said...

Sangat menolong, Terima ksih utk tambahan ilmunya.

ariermawan said...

Sama-sama, Terima kasih atas kunjungannya..

SUPIA SDN 15 DELTA PAWAN said...

terimakasih,,,banyak manfaat untuk wawasan mengajar buat anak-anak didik,,,sebagai penunjang mengajar

ariermawan said...

Terima kasih kembali.. Keep spirit!

Tari Suko Lestari said...

terimakasih,,,penjelasannya sangat menolong tugas saya.

widya said...

maaf mas , boleh minta referensi nya ??

Devs said...

boleh minta referensinya?

Abdillah said...

MAAF MAS, IZIN COFY UNTUK REFERENSI

muhazir said...

Good knowing

Komentar Terkini