September 30, 2012

CONTOH LAPORAN OBSERVASI KEMAMPUAN BERBAHASA SISWA SD KELAS I


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Biodata Anak

Nama                                      : R
Jenis kelamin                           : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir                : Kulon Progo, 26 Maret 2005
Sekolah                                   : SD Islam Al-Azhar Pamulang
Kelas                                      : I
Alamat tinggal                         : Griya Asri Blok B-10/5 RT 34/07 Jelupang, Serpong,
  Tangerang Selatan
Status dalam keluarga              : Anak pertama, belum memiliki adik
Pekerjaan Orang Tua
1.      Ayah                                  : Kontraktor
2.      Ibu                                     : Wiraswasta (toko bangunan)
Hubungan dengan penulis      : Keponakan
  (Anak dari kakak sepupu)
            Foto bersama penulis

 





B.     Pemakaian Bahasa di Rumah

Bahasa kedua orang tua adalah Bahasa Jawa, namun karena berdomisili di lingkungan yang berbahasa Indonesia, maka sejak kecil anak ini terbiasa dengan Bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa komunikasi anak dengan orang tuanya juga selalu menggunakan Bahasa Indonesia meskipun kadang-kadang tersisipkan kosakata Bahasa Jawa.

C.    Bahasa Ibu dan Lingkungan

Bahasa yang diajarkan oleh orang tua sejak kecil (bahasa ibu) anak ini adalah Bahasa Indonesia. Sedangkan lingkungan tempat tinggalnya juga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pergaulan sehari-hari.



BAB II
ISI

A.    Kemampuan Tata Bahasa

1.      Fonologi
Fonologi adalah aturan-aturan yang mengatur fonem/bunyi bahasa mengenai cara pengucapan fonem tersebut, yaitu fonem-fonem vocal, cvokal rangkap (diftong), konsonan, seperti f, sy, x, v, dll. dan konsonan rangkap (kluster), seperti str, pr, dll.
Berdasarkan pengamatan, wawancara dengan anak, dan orang tua anak ini mengalami kesululitan fonologi terutama dalam pengucapan huruf “r”. Huruf r ketika diucapkan terdengar seperti “l”, di mana seharusnya ketika mengucapkan huruf r terjadi getaran pada lidah.
Kesulitan ini menyebabkan anak cenderung lebih cepat mengucapkan kata yang mengandung huruf r lebih cepat, sehingga seolah-olah tidak ada kesalahan. Setelah anak diminta mengucapkan kembali kata tersebut dengan lebih pelan, anak akan merasa malu atas kesulitannya dan terkadang enggan untuk mengulanginya.

2.      Morfologi
Morfologi adalah aturan-aturan gramatikal yang mengatur proses pembentukan kata, seperti pengulangan kata, pengimbuhan, dan pemajemukan. Dalam hal morfologi anak ini tidak mengalami kesulitan, artinya bahwa kemampuan anak berkembang wajar sesuai dengan tingkatan usianya.

3.      Sintaksis
Sintaksis adalah aturan-aturan yang mengatur bagaimana kata-kata disusun dalam kalimat yang dipahami. Aplikasi gramatikal meliputi struktur kalimat, variasi kalimat, dan berbagai jenis kalimat, seperti kalimat aktif dan pasif, kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Anak tidak mengalami gangguan ataupun kesulitan dalam menyusun kalimat yang ingin disampaikannya. Bahasa Indonesia telah digunakan anak ini untuk berkomunikasi secara spontan meskipun masih sederhana.

4.      Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang merujuk pada makna kata atau cara mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. Semantik berkaitan dengan pemilihan makna kata yang tepat dalam menyusun kalimat.
Ditinjau dari cabang ilmu ini anak belum menguasai secara mendalam pemilihan makna kata yang tepat dalam menyusun kalimat. Ketika disuguhkan dengan kalimat yang bermakna kurang tepat anak kebingungan. Misalnya, diberi pernyataan yang memancing reaksi anak, seperti “Aduh setelah makan kepalaku kenyang sekali”, anak akan berpikir sejenak dan terdiam. Ketika penulis menanyakan “Kenapa kamu diam?” anak tersebut malah kembali bertanya “Kenapa kepalanya kenyang?”. Anak menyerap informasi yang salah itu sebagai informasi baru. Seharusnya reaksi anak adalah membetulkan kata yang tidak tepat.

B.     Kemampuan Pragmatik

1.      Deiksis
Deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Anak ini tergolong anak yang pasif, sehingga pembicaraan yang dilakukan sangat sedikit. Dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan orang tua, anak cenderung pendiam dan lebih banyak menutup diri, namun ketika memiliki keinginan sering memaksakan dan mudah marah.

2.      Praanggapan
Pranggapan merupakan asumsi-asumsi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Kemampuan praanggapan anak cukup baik, terbukti ketika penulis berkunjung ke rumah anak, anak ini mengatakan kepada ibunya, “Ma, kok mendung ya! Sepertinya mo hujan. Tapi kemarin mendung juga ga hujan”. Anak ingin menyampaikan informasi bahwa mendung adalah tanda akan hujan, namun tidak selalu demikian, karena hari kemarin mendung tetapi tidak hujan.

3.      Implikatur
Implikatur: dari kajian, kalimat (1) sdh mengandung pengertian seperti yang terkandung dalam kalimat (2) struktur isi dalam kalimat itu dapat dinyatakan secara lebih sederhana, (3) dapat menjelaskan beberapa fakta secara tepat.
Ketika menyampaikan informasi yang dibutuhkan anak dapat menjelaskan dengan tepat meskipun dnegan bahasa yang sederhana, seperti “Di sekolahku ada banyak tanaman obat. Tanamannya di taruh di pot lho.”

4.      Tindak ujar
Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena tindak tutur adalah satuan analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari berbagai jenis Tindak Tutur.
Austin (1962) dalam How to do Things with Words mengemukakan bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (act), di samping memang mengucapkan kalimat tersebut, ia membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a.       Tindak Tutur Lokusi
Tindak Tutur Lokusi adalah semata-mata tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna kata itu dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidah sintaksisnya. Di sini maksud atau fungsi ujaran itu belum menjadi perhatian.
Tindak tutur lokusi yang dilakukan anak misalnya ketika anak mengucapkan “Aku panas”, yang dimaksud adalah aku menunjuk pada si anak, sedangkan panas menunjuk pada udara sekitar yang membuat tubuh anak tidak nyaman dan berkeringat.

b.      Tindak Tutur Ilokusi
Tindak Tutur Ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Di sini kita mulai berbicara tentang maksud dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan.
Tindak tutur ilokusi anak tampak ketika anak mengatakan “Aku lapar sekali”, kalimat tersebut diucapkan anak dengan maksud agar ibunya menyiapkan makanan. Terutama ketika itu siang hari yang panas dan anak baru pulang dari pusat perbelanjaan bersama penulis.
c.       Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusi mengacu ke efek yang ditimbulkan oleh ujaran yang dihasilkan oleh anak. Secara singkat, perlokusi adalah efek dari tindak tutur itu bagi mitra-tutur.
Tindak tutur perlokusi adalah ketika anak mengucapkan kata “Aku lapar sekali” yang merupakan tindak tutur ilokusi dan berdampak pada respon ibunya yang segera menyiapkan makanan. Beberapa kalimat lain yang diucapkan anak dalam hal ini, misalnya ketika tidur anak mengucapkan “Aku merasa dingin sekali” dengan maksud agar ibunya menaikkan suhu AC.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Anak mengalami gangguan fonologi yaitu kesulitan dalam mengucapkan huruf “r”. Huruf r yang diucapkan terdengar seperti “l”
2.      Anak tidak mengalami kesulitan dalam perkembangan bahasa yang menyangakut morfologi, sintaksis, dan semantik. Penguasaan bahasa yang dimilikinya sesuai dengan tahap perkembangannya
3.      Ditinjau dari kemampuan pragmatiknya anak juga tidak memiliki kendala yang berarti selain karena sifatnya yang cenderung pasif.

B.     Saran

1.      Bagi orang tua
a.       Orang tua harus lebih sering melatih anak untuk mengucapkan huruf “r” dengan benar, misalnya dengan melatihkan kosakata yang mengandung huruf r
b.      Sebaiknya upaya perbaikan kesulitan fonologi ini tidak perlu dilakukan dengan terlalu memaksa, karena akan menjadikan kesulitan baru akibat perkembangan bahasa yang tidak natural.

2.      Bagi guru
a.       Guru harus mencegah teman-teman sekelas agar tidak mengejek anak tersebut karena kesulitan mengucapkan huruf “r”
b.      Guru tidak perlu turut intervensi terlalu banyak dalam upaya pembetulan huruf “r”, karena pada dasarnya kesulitan anak ini dapat terselesaikan ketika usianya semakin bertambah.
c.       Apabila memang anak masih mengalami kesulitan mengucapkan huruf “r” pada usia selanjutnya sebaiknya sarankan orang tua untuk membawa anak kepada terapis.

No comments:

Komentar Terkini