BAB I
PENDAHULUAN
A.
Biodata Anak
Nama : R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Kulon Progo, 26 Maret 2005
Sekolah : SD Islam Al-Azhar Pamulang
Kelas : I
Alamat tinggal : Griya Asri Blok
B-10/5 RT 34/07 Jelupang, Serpong,
Tangerang Selatan
Status dalam keluarga : Anak pertama, belum memiliki adik
Pekerjaan Orang Tua
1.
Ayah : Kontraktor
2.
Ibu : Wiraswasta (toko bangunan)
Hubungan dengan penulis : Keponakan
(Anak dari kakak sepupu)
Foto bersama penulis
B.
Pemakaian Bahasa di
Rumah
Bahasa kedua orang
tua adalah Bahasa Jawa, namun karena berdomisili di lingkungan yang berbahasa Indonesia,
maka sejak kecil anak ini terbiasa dengan Bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa
komunikasi anak dengan orang tuanya juga selalu menggunakan Bahasa Indonesia
meskipun kadang-kadang tersisipkan kosakata Bahasa Jawa.
C.
Bahasa Ibu dan
Lingkungan
Bahasa yang
diajarkan oleh orang tua sejak kecil (bahasa ibu) anak ini adalah Bahasa
Indonesia. Sedangkan lingkungan tempat tinggalnya juga menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi pergaulan sehari-hari.
BAB II
ISI
A.
Kemampuan Tata
Bahasa
1. Fonologi
Fonologi adalah aturan-aturan
yang mengatur fonem/bunyi bahasa mengenai cara pengucapan fonem tersebut, yaitu
fonem-fonem vocal, cvokal rangkap (diftong), konsonan, seperti f, sy, x, v,
dll. dan konsonan rangkap (kluster), seperti str, pr, dll.
Berdasarkan pengamatan, wawancara
dengan anak, dan orang tua anak ini mengalami kesululitan fonologi terutama
dalam pengucapan huruf “r”. Huruf r ketika diucapkan terdengar seperti “l”, di
mana seharusnya ketika mengucapkan huruf r terjadi getaran pada lidah.
Kesulitan ini menyebabkan anak
cenderung lebih cepat mengucapkan kata yang mengandung huruf r lebih cepat,
sehingga seolah-olah tidak ada kesalahan. Setelah anak diminta mengucapkan
kembali kata tersebut dengan lebih pelan, anak akan merasa malu atas kesulitannya
dan terkadang enggan untuk mengulanginya.
2. Morfologi
Morfologi adalah aturan-aturan
gramatikal yang mengatur proses pembentukan kata, seperti pengulangan kata,
pengimbuhan, dan pemajemukan. Dalam hal morfologi anak ini tidak mengalami
kesulitan, artinya bahwa kemampuan anak berkembang wajar sesuai dengan
tingkatan usianya.
3. Sintaksis
Sintaksis adalah aturan-aturan yang mengatur bagaimana
kata-kata disusun dalam kalimat yang dipahami. Aplikasi gramatikal meliputi
struktur kalimat, variasi kalimat, dan berbagai jenis kalimat, seperti kalimat
aktif dan pasif, kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Anak tidak mengalami gangguan
ataupun kesulitan dalam menyusun kalimat yang ingin disampaikannya. Bahasa
Indonesia telah digunakan anak ini untuk berkomunikasi secara spontan meskipun
masih sederhana.
4. Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu
bahasa yang merujuk pada makna kata atau cara mendasari konsep-konsep yang
diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. Semantik berkaitan dengan
pemilihan makna kata yang tepat dalam menyusun kalimat.
Ditinjau dari cabang ilmu ini
anak belum menguasai secara mendalam pemilihan makna kata yang tepat dalam
menyusun kalimat. Ketika disuguhkan dengan kalimat yang bermakna kurang tepat
anak kebingungan. Misalnya, diberi pernyataan yang memancing reaksi anak,
seperti “Aduh setelah makan kepalaku kenyang sekali”, anak akan berpikir
sejenak dan terdiam. Ketika penulis menanyakan “Kenapa kamu diam?” anak
tersebut malah kembali bertanya “Kenapa kepalanya kenyang?”. Anak menyerap
informasi yang salah itu sebagai informasi baru. Seharusnya reaksi anak adalah
membetulkan kata yang tidak tepat.
B.
Kemampuan Pragmatik
1. Deiksis
Deiksis adalah suatu
cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat
ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi
pembicaraan.
Anak ini tergolong
anak yang pasif, sehingga pembicaraan yang dilakukan sangat sedikit. Dari
pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan orang tua, anak cenderung
pendiam dan lebih banyak menutup diri, namun ketika memiliki keinginan sering
memaksakan dan mudah marah.
2. Praanggapan
Pranggapan merupakan
asumsi-asumsi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Kemampuan
praanggapan anak cukup baik, terbukti ketika penulis berkunjung ke rumah anak,
anak ini mengatakan kepada ibunya, “Ma, kok mendung ya! Sepertinya mo hujan. Tapi kemarin mendung juga ga hujan”. Anak ingin menyampaikan
informasi bahwa mendung adalah tanda akan hujan, namun tidak selalu demikian,
karena hari kemarin mendung tetapi tidak hujan.
3. Implikatur
Implikatur: dari
kajian, kalimat (1) sdh mengandung pengertian seperti yang terkandung dalam
kalimat (2) struktur isi dalam kalimat itu dapat dinyatakan secara lebih
sederhana, (3) dapat menjelaskan beberapa fakta secara tepat.
Ketika menyampaikan
informasi yang dibutuhkan anak dapat menjelaskan dengan tepat meskipun dnegan
bahasa yang sederhana, seperti “Di sekolahku ada banyak tanaman obat.
Tanamannya di taruh di pot lho.”
4. Tindak ujar
Tindak tutur atau
tindak ujaran (speech act) mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena tindak tutur adalah satuan
analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari berbagai jenis Tindak
Tutur.
Austin (1962) dalam How to do Things with Words mengemukakan bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (act), di samping memang mengucapkan kalimat tersebut, ia membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Austin (1962) dalam How to do Things with Words mengemukakan bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (act), di samping memang mengucapkan kalimat tersebut, ia membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a.
Tindak Tutur Lokusi
Tindak Tutur Lokusi
adalah semata-mata tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan
kata dan kalimat sesuai dengan makna kata itu dan makna kalimat itu sesuai
dengan kaidah sintaksisnya. Di sini maksud atau fungsi ujaran itu belum menjadi
perhatian.
Tindak tutur lokusi
yang dilakukan anak misalnya ketika anak mengucapkan “Aku panas”, yang dimaksud
adalah aku menunjuk pada si anak, sedangkan panas menunjuk pada udara sekitar
yang membuat tubuh anak tidak nyaman dan berkeringat.
b.
Tindak Tutur Ilokusi
Tindak Tutur Ilokusi
adalah tindak melakukan sesuatu. Di sini kita mulai berbicara tentang maksud
dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan.
Tindak tutur ilokusi
anak tampak ketika anak mengatakan “Aku lapar sekali”, kalimat tersebut
diucapkan anak dengan maksud agar ibunya menyiapkan makanan. Terutama ketika
itu siang hari yang panas dan anak baru pulang dari pusat perbelanjaan bersama
penulis.
c.
Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusi
mengacu ke efek yang ditimbulkan oleh ujaran yang dihasilkan oleh anak. Secara
singkat, perlokusi adalah efek dari tindak tutur itu bagi mitra-tutur.
Tindak tutur perlokusi
adalah ketika anak mengucapkan kata “Aku lapar sekali” yang merupakan tindak
tutur ilokusi dan berdampak pada respon ibunya yang segera menyiapkan makanan.
Beberapa kalimat lain yang diucapkan anak dalam hal ini, misalnya ketika tidur
anak mengucapkan “Aku merasa dingin sekali” dengan maksud agar ibunya menaikkan
suhu AC.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Anak mengalami
gangguan fonologi yaitu kesulitan dalam mengucapkan huruf “r”. Huruf r yang
diucapkan terdengar seperti “l”
2. Anak tidak
mengalami kesulitan dalam perkembangan bahasa yang menyangakut morfologi,
sintaksis, dan semantik. Penguasaan bahasa yang dimilikinya sesuai dengan tahap
perkembangannya
3. Ditinjau dari
kemampuan pragmatiknya anak juga tidak memiliki kendala yang berarti selain
karena sifatnya yang cenderung pasif.
B.
Saran
1. Bagi orang tua
a. Orang tua harus
lebih sering melatih anak untuk mengucapkan huruf “r” dengan benar, misalnya
dengan melatihkan kosakata yang mengandung huruf r
b. Sebaiknya upaya
perbaikan kesulitan fonologi ini tidak perlu dilakukan dengan terlalu memaksa,
karena akan menjadikan kesulitan baru akibat perkembangan bahasa yang tidak
natural.
2. Bagi guru
a. Guru harus mencegah
teman-teman sekelas agar tidak mengejek anak tersebut karena kesulitan
mengucapkan huruf “r”
b. Guru tidak perlu
turut intervensi terlalu banyak dalam upaya pembetulan huruf “r”, karena pada
dasarnya kesulitan anak ini dapat terselesaikan ketika usianya semakin
bertambah.
c. Apabila memang anak
masih mengalami kesulitan mengucapkan huruf “r” pada usia selanjutnya sebaiknya
sarankan orang tua untuk membawa anak kepada terapis.
No comments:
Post a Comment