A. Pengertian Nilai Tempat
Menurut Wiratmo, nilai tempat dapat diartikan sebagai
nilai suatu angka dalam dalam suatu bilangan tertentu. Nilai tempat suatu angka
mempunyai berbagai tingkat bergantung dari letak bilangan tersebut. Tingkatan
tempat tersebut adalah satuan, puluhan, ratusan, ribuan, puluh ribuan, dan
seterusnya.
Bilangan
![]() |
Angka
|
Angka
|
Angka
|
Angka
|
Satuan
Puluhan
Ribuan
Puluhribuan
Ratusribuan
Menurut Ashlock (1994) gagasan nilai tempat menyangkut
pemberian suatu nilai kepada masing-masing tempat atau posisi dalam lambang
bilangan multi-digit; yaitu masing-masing tempat dalam lambang bilangan
tersebut bernilai perpangkatan sepuluh. Kramer (1970) menyatakan nilai posisi
atau tempat dari suatu angka dalam suatu lambang bilangan tergantung pada
tempat angka itu berada dalam lambang bilangan tersebut. Sehingga setiap angka
dalam lambang bilangan desimal mempunyai nilai yang ditentukan oleh nilai angka
itu sendiri dan nilai tempat angka itu (Negoro & Harahap, 1983).
B. Kemampuan yang Harus Dimiliki Siswa Berkaitan
dengan Nilai Tempat
Di sekolah dasar (SD), pembelajaran nilai tempat
bilangan cacah dimulai sejak dari kelas 1. Setiap siswa di setiap jenjang kelas
SD diharapkan dapat memahami nilai tempat.
Kemampuan yang harus dimiliki siswa:
1.
kemampuan menggunakan
alat peraga konkret dan gambar-gambar untuk merepresentasikan bilangan 0 sampai
dengan 9
2.
kemampuan menulis
lambang bilangan untuk bilangan 0 sampai dengan 9
3.
kemampuan
mengekspresikan suatu bilangan sebagai kombinasi penjumlahan, seperti 3+0, 2+1,
1+2, dan 0+3 untuk bilangan 3.
Kemampuan-kemampuan ini penting sebagai dasar untuk
memahami bahwa suatu bilangan seperti 12 dapat direpresentasikan sebagai 1
puluhan dan 2 satuan dan sebagai 10+2 (Kennedy & Tipps, dalam Teguh).
C. Kesulitan
Umum yang Dialami Siswa
Dalam matematika, nilai tempat bilangan cacah perlu
dipahami siswa terutama untuk menuliskan lambang bilangan yang lebih besar dari
9. Nilai tempat juga sangat berguna untuk penamaan, pembandingan, pembulatan
bilangan, memahami algoritma penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian,
dan persentase. Riedesel, dkk. dalam Teguh menegaskan bahwa kurangnya pemahaman
prosedur seperti regrouping dalam
penjumlahan dan pengurangan disebabkan oleh kurangnya pemahaman nilai tempat.
Van de Walle dalam Teguh menyimpulkan bahwa number
sense dan pemahaman komputasi tidak dapat dikembangkan tanpa pemahaman yang
kuat akan nilai tempat. Troutman & Lichtenberg dalam Teguh menyarankan
untuk segera mengecek kesulitan tentang nilai tempat bila siswa menunjukkan
kelemahan dalam aritmetika.
Pemahaman materi nilai tempat sangat diperlukan,
tetapi kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pemahaman siswa SD akan materi ini
belum seperti yang diharapkan. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil asesmen
keempat NAEP 1988 yang menyatakan bahwa kurang dari setengah siswa kelas 3
berhasil dalam tugas mengenai notasi nilai tempat bilangan di atas 10 dan pada
asesmen itu juga ditemukan bahwa anak-anak Amerika Serikat banyak membuat
kesalahan dalam algoritma penjumlahan dan pengurangan yang diduga berhubungan
dengan pemahaman nilai tempat (Payne & Huinker, dalam Teguh). Hasil
penelitian Sinclair & Sinclair menunjukkan bahwa siswa kelas 3 dan 4 tidak
memahami bahwa angka 3 dan angka 4 pada lambang bilangan 34 mempunyai suatu
relasi khusus pada totalitas numerik. Juga di Malang Jawa Timur siswa kelas 2
SD Negeri Sumbersari III mengalami kesulitan menentukan nilai tempat bilangan
cacah sampai dengan 100 (Nurhakiki, dalam Teguh).
Dalam memahami nilai tempat, kesulitan yang dialami
siswa menurut Troutman & Lichtenberg dalam Teguh adalah dalam hal:
1.
mengasosiasikan model
nilai tempat dengan lambang bilangan,
Contoh:
Bilangan 325
Angka 2 memiliki nilai sepuluh (salah)
Seharusya nilai 2 adalah 20,
karena 2 menempati nilai puluhan.
2.
menggunakan nol bila
menulis lambang bilangan,
Contoh:
Ketika guru menyuruh siswa
menuliskan bilangan seratus limapuluh,
siswa menuliskan 10050 (salah)
Seharusnya 150
3.
menggunakan konsep
regrouping untuk merepresentasikan lambang bilangan,
Contoh:
Bilangan 4.235
Siswa sudah paham bahwa:








Namun ketika disuruh membaca
anak kesulitan membacanya, misalnya bilangan tersebut dibaca: seratus duaratus
tigapuluh lima, dan sebagainya.
4.
menamakan posisi nilai
tempat dalam suatu lambang bilangan,
Contoh:
Dalam bilangan 3.146 siswa
tidak memahami bahwa 3 menempati nilai tempat ribuan, 1 menempati nilai tempat
ratusan, 4 menempati nilai tempat puluhan, dan 6 menempati nilai tempat satuan.
5.
memberikan representasi
nilai tempat tidak baku untuk suatu lambang bilangan.
Contoh:
Bilangan 4.632
Siswa membaca bilangan
tersebut: empat ribuan enam ratusan tiga puluh dua, dan sebagainya (tidak baku)
Seharusnya: empatribu
enamratus tigapuluh dua
Kesulitan siswa dalam memahami nilai tempat bilangan
dua angka meliputi tiga komponen utama yaitu kuantitas dan nama basis, nama
bilangan, dan lambang bilangan berkaitan dengan nilai tempat (Payne &
Huinker, 1993).
D. Aplikasi Pembelajaran Nilai Tempat
Berdasarkan Teori Bruner
Teori Bruner di kelas rendah SD menggunakan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak (KSSA). Pendekatan ini sudah
dicobakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep nilai tempat di
kelas 2 SD (Teguh, 2002) dan untuk menanamkan konsep perkalian sebagai
penjumlahan berulang di kelas 3 SD (Surtini, dalam Teguh). Pendekatan ini
sesuai dengan tingkat berpikir anak yang meliputi empat tingkat berpikir yaitu
berpikir pada tingkat konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak (Ruseffendi,1981).
Bila pembelajaran matematika disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa,
diharapkan siswa akan memahami konsep nilai tempat tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sutawidjaja (1997) yang menyatakan bahwa penyajian matematika
yang disusun sesuai dengan tingkat berpikir siswa, memungkinkan siswa SD
memahami matematika yang bersifat abstrak, aksiomatis, simbolik, dan deduktif.
Modus Representasi Konsep-Konsep Matematika Menurut
Teori Bruner
Dalam pembelajaran matematika, Bruner membagi modus representasi atau penyajian menjadi tiga modus, yaitu modus enaktif, modus ikonik, dan modus simbolik. Modus enaktif adalah modus di mana anak dalam belajarnya masih membutuhkan bantuan benda-benda konkret, misalnya untuk mengenalkan nilai tempat menggunakan blok basis sepuluh atau balok-balok satuan yang dikelompokkan sesuai dengan nilai tempat suatu angka pada suatu lambang bilangan.
Dalam pembelajaran matematika, Bruner membagi modus representasi atau penyajian menjadi tiga modus, yaitu modus enaktif, modus ikonik, dan modus simbolik. Modus enaktif adalah modus di mana anak dalam belajarnya masih membutuhkan bantuan benda-benda konkret, misalnya untuk mengenalkan nilai tempat menggunakan blok basis sepuluh atau balok-balok satuan yang dikelompokkan sesuai dengan nilai tempat suatu angka pada suatu lambang bilangan.
Modus ikonik adalah modus di mana siswa dalam
belajarnya telah melangkah satu langkah dari benda-benda konkret menuju
bayangan mental secara realistik yaitu gambar-gambar benda, diagram dan atau
informasi lisan yang didasarkan pada dunia nyata (Reys, dkk., 1998). Modus
simbolik adalah modus di mana siswa dalam belajarnya sudah mulai menggunakan
simbol-simbol atau bahasa, dari yang sederhana dikembangkan ke yang lebih luas.
Pendekatan, menurut Ruseffendi (1980) ialah “jalan
atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran
dilihat dari sudut bagaimana materi itu disajikan”. Pendekatan dapat berupa
konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk
mencapai tujuan belajar mengajar (Sudjana, 1986). Pembelajaran nilai tempat
yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan benda konkret blok basis sepuluh,
gambar kubus satuan dan gambar batang puluhan, diagram atau tabel nilai tempat,
dan lambang atau simbol bilangan.
Blok basis sepuluh yang digunakan adalah kubus-kubus
satuan dan batang-batang puluhan. Penyajian dengan menggunakan benda
kubus-kubus satuan dan batang-batang puluhan merupakan pendekatan konkret.
Penyajian dengan menggunakan gambar kubus satuan dan gambar batang puluhan,
merupakan pendekatan semikonkret. Penyajian dengan diagram atau tabel nilai
tempat merupakan pendekatan semiabstrak dan penyajian dengan menggunakan
lambang atau simbol bilangan, merupakan penyajian bentuk abstrak.
Penyajian dengan menggunakan kubus satuan dan batang
puluhan bersesuaian dengan tahap enaktif dari Bruner. Penyajian dengan menggunakan
gambar kubus satuan dan gambar batang puluhan serta dengan menggunakan diagram
atau tabel nilai tempat bersesuaian dengan tahap ikonik dari Bruner. Dan
penyajian dengan menggunakan lambang atau simbol bilangan sesuai dengan nilai
tempatnya bersesuaian dengan tahap simbolik dari Bruner.
Penggunaan blok basis sepuluh, sebagai benda konkret,
dimaksudkan untuk memberikan lingkungan belajar awal yang cocok untuk dapat
mengkonstruksi pemahaman atau mengembangkan konsep nilai tempat dan juga
mengembangkan pengetahuan konseptual nilai tempat serta untuk menghubungkan
konsep nilai tempat dengan simbolisme.
Bila siswa telah dapat memanipulasi blok basis sepuluh
dalam menentukan nilai tempat suatu lambang bilangan, dilanjutkan dengan
penggunaan gambar blok basis sepuluh, dan tabel atau diagram nilai tempat,
serta simbol bilangan sebagai suatu sistem. Agar terjadi belajar dengan
pemahaman, maka jembatan dari representasi konkret ke representasi abstrak atau
sebaliknya harus dilalui berulang-ulang.
Kennedy & Tipps dalam Teguh menyatakan bahwa
urutan penyajian menggunakan pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan
abstrak sangat dianjurkan bagi siswa berkesulitan belajar. Rangkaian
pembelajaran terpadu antara idea (yang ditampilkan dengan bahasa baik bahasa lisan
maupun tulisan sebagai kata/frasa/kalimat), benda konkret, gambar benda, dan
simbol gambar dan simbol dimaksudkan untuk mengupayakan penanaman konsep
matematika (idea), dalam hal ini konsep nilai tempat, ke dalam skemata siswa
(Hudojo, 1998).
E. Nilai Tempat Bilangan Cacah di SD Kelas
Rendah
Untuk memahami nilai tempat bilangan cacah memerlukan
pengertian sistem numerasi Hindu-Arab, konsep nilai tempat, menulis dan membaca
lambang bilangan.
1. Sistem Numerasi Hindu-Arab
1. Sistem Numerasi Hindu-Arab
Menurut Negoro & Harahap (1983) “bilangan adalah
suatu ide yang sifatnya abstrak”. Bilangan bukan simbol dan bukan pula lambang
bilangan. Menurut Musser & Burger (1991) bilangan adalah suatu ide/gagasan,
suatu abstraksi, yang merepresentasikan suatu kuantitas. Dan lambang bilangan
dinyatakan sebagai simbol yang kita lihat, tulis, atau sentuh bila
merepresentasikan bilangan. Jadi bilangan adalah ide yang bersifat abstrak dan
merepresentasikan suatu kuantitas. Lambang bilangan adalah simbol yang
merepresentasikan bilangan yang dapat kita tulis, lihat, dan sentuh. Sistem pemberian nama bilangan disebut dengan sistem
numerasi (Ruseffendi, 1984). Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
sistem numerasi yaitu (1) simbol-simbol pokok yang digunakan, dan (2) aturan
menyatukan simbol-simbol pokok itu untuk menulis lambang bilangan.
Secara umum sistem numerasi yang banyak digunakan
orang saat ini yang menggunakan sistem nilai tempat adalah sistem numerasi
Hindu-Arab. Sistem numerasi Hindu-Arab ini juga disebut dengan sistem numerasi
desimal (Ruseffendi, 1984). Dan menurut Troutman & Lichtenberg (1991)
sistem numerasi Hindu-Arab ini mempunyai karakteristik: (1) Menggunakan sepuluh
macam angka yaitu 0 sampai dengan 9; (2) Menggunakan sistem bilangan dasar sepuluh.
Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan menjadi satu puluhan, setiap
sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan seterusnya. Jadi pada lambang
bilangan dasar sepuluh, tempat paling kanan adalah tempat satuan dengan nilai
tempatnya satu, tempat sebelah kirinya tempat puluhan dengan nilai tempatnya
sepuluh, dan seterusnya; (3) Menggunakan sistem nilai tempat. Contoh pada
bilangan 16, nilai tempat angka 1 adalah sepuluh, berarti 1 puluhan dan nilai
tempat angka 6 adalah satu, berarti 6 menunjukkan 6 satuan; (4) Menggunakan
sistem penjumlahan dan perkalian. Contoh bilangan 15, bilangan ini dapat
dituliskan sebagai (1 x 10) + (5 x 1).
Dengan sepuluh macam angka dan aturan-aturan mengombinasikannya menggunakan sistem bilangan dasar 10, maka akan dapat dituliskan nama-nama bilangan mana pun yang kita perlukan.
Dengan sepuluh macam angka dan aturan-aturan mengombinasikannya menggunakan sistem bilangan dasar 10, maka akan dapat dituliskan nama-nama bilangan mana pun yang kita perlukan.
2. Konsep Nilai Tempat
Sebagai contoh bilangan 15, angka 1 mempunyai nilai 1
puluhan, dan angka 5 mempunyai nilai 5 satuan. Nilai tempat 1 adalah sepuluh,
nilai bilangannya 10, nilai tempat 5 adalah satu, nilai bilangannya 5 (Seputra
& Amin, 1994).
Payne & Huinker (1993) menyatakan ada tiga
komponen utama dari pemahaman nilai tempat bilangan dua angka yaitu kuantitas
dan nama basis, nama bilangan, dan lambang bilangan berkaitan dengan nilai
tempat.
3. Menulis dan Membaca Lambang Bilangan
Membilang dengan cara satu-satu merupakan cara yang
meyakinkan bagi siswa untuk mengurutkan bilangan yang menyatakan banyak anggota
suatu himpunan. Akibatnya, membilang merupakan komponen penting untuk memahami
bilangan dua angka atau lebih. Oleh karena itu, program pembelajaran di
kelas-kelas awal harus banyak memberikan perhatian pada membaca dan menulis
lambang bilangan. Menulis dan membaca lambang bilangan dimulai setelah anak
dapat mengenali lambang bilangan dan dapat menghubungkannya dengan banyaknya
benda. Pemahaman yang baik akan nilai tempat sangat membantu
siswa dalam membaca dan menuliskan lambang-lambang bilangan terutama dalam
tulisan ini yaitu bilangan-bilangan yang terdiri dari dua angka. Siswa perlu
mengetahui prosedur membaca dan menulis lambang bilangan.
F. Aplikasi Pembelajaran Nilai Tempat yang Mengacu Pada Teori Bruner
Untuk memperkenalkan nilai tempat dapat digunakan alat
peraga blok basis sepuluh. Blok basis sepuluh termasuk dalam kelompok model
basis sepuluh yang telah terkelompok. Keuntungan dalam menggunakan model ini adalah
sekali siswa telah mengenal bentuk kubus satuan sebagai 1 dan batang puluhan
sebagai 10, maka siswa akan dapat membedakan bahwa semakin besar atau banyak
blok basis sepuluh nilainya akan semakin besar. Hal ini senada dengan pendapat
Fuson, 1988; Steffe & Cobb, 1988 (dalam Hiebert & Wearne, 1992) yang
menyatakan pemahaman nilai tempat menyangkut menghubungkan antara ide dasar
nilai tempat, seperti mengkuantifikasi himpunan objek dengan pengelompokan
sepuluh dan memperlakukan kelompok tersebut sebagai satuan-satuan.
Pembelajaran nilai tempat yang mengacu pada teori
Bruner dalam tulisan ini dilakukan dengan urutan penyajian bentuk konkret,
semikonkret, semiabstrak, dan abstrak sebagai berikut. Adapun materi yang
penulis sajikan dalam tulisan ini adalah materi nilai tempat untuk kelas 1 SD.
1.
Bentuk Konkret
Dalam penyajian bentuk konkret, aktivitas-aktiviatas
yang dilakukan adalah:
a.
Membilang kubus satuan
b.
Menyusun 10 kubus satuan
menjadi satu rangkaian (puluhan)
c.
Mengganti 10 kubus
satuan (1 rangkaian) dengan 1 batang puluhan
d.
Membuat rangkaian
sendiri dengan bilangan cacah 11-50
e.
Menunjukkan puluhan dan
satuan dengan menggunakan alat peraga manipulatif.
2.
Bentuk Semikonkret
Aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk semikonkret adalah:
a.
Membilang banyaknya
gambar kubus satuan
b.
Memasangkan gambar
dengan angka untuk menunjukkan bilangan 11-50
c. Menunjukkan
puluhan dan satuan dengan menggunakan gambar alat peraga manipulatif.
3.
Bentuk Semiabstrak
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyajian
bentuk semiabstrak adalah membuat coretan pada kolom puluhan dan satuan dalam
tabel nilai tempat sesuai dengan banyak puluhan dan satuan bilangan 11-50 dari
gambar alat peraga manipulatif. Berikut ini contoh tabel nilai tempat dengan
banyaknya coretan pada kolom puluhan dan kolom satuan.
Tabel Nilai Tempat Bilangan Cacah
LAMBANG
BILANGAN
|
PULUHAN
|
SATUAN
|
11
|
|
|
|
|
23
|
|
|
|
|
| |
|
35
|
|
| |
|
|
| | | |
|
46
|
|
| | |
|
|
| | | | |
|
4. Bentuk Abstrak
Aktivitas-aktivitas
yang dilakukan dalam penyajian bentuk abstrak adalah
a.
Menyebutkan nama
bilangan cacah 11-50
Contoh:
Bacalah bilangan berikut!


b.
Menuliskan nama bilangan
cacah 11-50
Contoh:
Tuliskan nama bilangan berikut!
25 nama bilangan tersebut
adalah duapuluh
lima
47 nama bilangan tersebut
adalah empatpuluh
tujuh
c.
Menentukan puluhan dan
satuan dari suatu lambang bilangan
Contoh:
24
2 menempati puluhan
4 menempati satuan
d.
Menuliskan bentuk
panjang dari suatu lambang bilangan antara 11-50
Contoh:
38 = 3 puluhan dan 8 satuan
27 = 2 puluhan dan 7 satuan
e.
Merubah dari nama basis
ke bentuk penjumlahan
Contoh:
31 = 30 + 1
49 = 40 + 9
f.
Menentukan nilai tempat
suatu angka dari suatu bilangan antara 11-50
Contoh:
Pada bilangan 37 angka 3 menempati nilai tempat …. (puluhan)
Pada bilangan 24 angka 4 menempati nilai tempat ….
(satuan)
g.
Menentukan nilai angka
dari suatu lambang bilangan antara 11-50
Contoh:
Pada bilangan 37 angka 3 menempati nilai angka …. (30)
Pada bilangan 24 angka 4 menempati nilai angka …. (4)
G. Penutup
Dalam mengajarkan nilai tempat bilangan cacah yang mengacu
pada teori Bruner di kelas rendah SD menggunakan pendekatan yang sesuai dengan
tingkat perkembangan mental siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran nilai
tempat yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa adalah pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak. Pembelajaran bentuk konkret
menggunakan alat peraga berupa lidi dan ikatan puluhan lidi, kubus-kubus satuan
dan kubus batang puluhan. Pembelajaran bentuk semikonkret menggunakan gambar
lidi dan gambar ikatan puluhan lidi, gambar-gambar kubus satuan dan batang
puluhan. Pembelajaran bentuk semiabstrak menggunakan tabel nilai tempat berupa
pemberian coretan pada kolom satuan dan kolom puluhan. Pembelajaran bentuk
abstrak berbentuk bilangan dan tulisan. Alat peraga yang digunakan dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa di kelas. Blok basis sepuluh atau
lidi dapat diganti dengan sedotan, atau lainnya.
Daftar Pustaka
Wiratmo, Siswo, dkk.
Bunda Jagoan Matematika, 2011.
Jakarta: Grasindo
No comments:
Post a Comment