A.
Judul
Kasus kesulitan
menjumlahkan bilangan puluhan
B.
Alasan Pemilihan Judul
Berdasarkan pengamatan terhadap siswa kelas I SD
Pangudi Luhur Jakarta setidaknya ada seorang siswa yang benar-benar mengalami
kesulitan menjumlahkan bilangan puluhan, kesulitan belajar tersebut disebabkan karena
kurangnya komunikasi antara guru dengan siswa.
C.
Identifikasi Kasus
1.
Nama : WA
2.
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 18 Agustus 2005
3.
Jenis Kelamin : Laki-laki
4.
Status dalam keluarga:
a.
Anak ke :
1 (pertama)
b.
Orang tua : lengkap
5.
IQ :
103
D.
Paparan Teori
Matematika di sekolah dasar sudah diberikan sejak
dari kelas satu hingga kelas enam. Mata pelajaran ini menjadi mata pelajaran
pokok di setiap satuan pendidikan. Ada berbagai metode penyampaian yang
digunakan oleh guru dengan tujuan agar lebih mudah diterima oleh siswa.
Matematika telah menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa sekolah
dasar sehingga membuat mata pelajaran ini beserta gurunya ditakuti oleh para
siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti siswa beranggapan bahwa
mata pelajaran matematika sulit dan membosankan. Untuk itu guru perlu melakukan
tindakan dalam mengelola siswa dengan menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran.
Chosiyah, Syamsuri, dan Soekirman (2001: 39) merumuskan
kesulitan belajar sebagai suatu gejala yang nampak pada anak dengan ditandai
adanya prestasi atau hasil belajar yang rendah serta berada di bawah normal
yang telah diterapkan. Prestasi anak yang mengalami kesulitan belajar menempati
kedudukan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan prestasi belajar
teman-temannya. Anak tersebut memperoleh prestasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan prestasi yang dicapainya sebelumnya. Jadi kesulitan belajar merupakan
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu dalam mencapai hasil belajar. Pengajaran matematika merupakan salah
satu mata pelajaran studi dasar akademik yang dipelajari sejak SD hingga
Perguruan Tinggi. Untuk belajar matematika siswa dituntut lebih banyak latihan
mengerjakan soal-soal.
Sehubungan dengan peran dan fungsi seorang guru
dituntut: 1) Perlunya mengetahui teori belajar yang dikemukakan para ahli dan
aplikasinya dalam pembelajaran matematika, 2) perlunya mengetahui tingkat
perkembangan mental siswa dan bagaimana pengajaran harus dilakukan, sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan siswa, maka guru wajib memahami kondisi siswa.
Dalam proses belajar mengajar matematika di SD
sering dijumpai beberapa siswa dengan prestasi belajar matematika rendah, bila
disimak lewat prestasi nilai harian, nilai ulangan mid semester dan nilai
ulangan sumatif. Demikian pula pada hasil UAS SD jika dibandingkan di antara
mata pelajaran yang lain yang diajarkan di SD. Nilai kurang yang dicapai oleh
siswa berarti belum mencapai prestasi seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin dikarenakan
anak kurang tertarik pada mata pelajaran matematika dan tidak adanya semangat
untuk mempelajarinya. Kemampuan guru yang memadai dalam menangani anak yang mengalami
kesulitan belajar perlu dimiliki oleh setiap guru maupun calon guru di sekolah
dasar.
Menurut Abdurrahman (2003: 262), kekeliruan umum
yang dilakukan anak dalam belajar matematika di antaranya:
1.
Kurang paham simbol
2.
Kurang paham nilai tempat
3.
Penggunaan proses yang keliru
4.
Perhitungan yang salah
5.
Tulisan tidak dapat dibaca
E.
Pembahasan
Kesulitan yang dialami kasus adalah karena kurang
paham nilai tempat meskipun guru telah mengajarkan dan mengulanginya. Ketidakpahaman
akan nilai tempat akan semakin mempersulit anak untuk mempelajari materi
berikutnya.
Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak
diperlihatkan kasus seperti contoh berikut:
68 68
13 +
seharusnya 13 +
71 81
F.
Solusi
Dengan melihat kesulitan yang dialami
kasus, maka perlua adanya remedial agar kesulitan tersebut dapat teratasi
secara optimal. Langkah-langkah dalam melakukan remedial matematika
(Abdurrahman, 2003) sebagai berikut:
1.
Menyiapkan anak belajar matematika
Diperlukan keterampilan guru agar anak memiliki
kesiapan untuk belajar matematika, guru dapat menyajikan dalam bentuk apersepsi
yang menarik, meisalnya melalui lagu atau permaian.
2.
Maju dari konkret ke abstrak
Anak dapat memahami konsep-konsep matematika dengan
baik jika pengajaran mulai dari yang konkret ke abstrak. Guru hendaknya
merancang tiga tahapan belajar: 1) konkret, 2) representasional, dan 3)
abstrak.
3.
Menyediakan kesempatan berlatih dan
mengulang
Jika anak dituntut untuk mampu mengaplikasikan
berbagai konsep dalam kehidupannya, maka perlu adanya banyak latihan dan
ulangan. Ada banyak cara untuk menyediakan latihan, dan guru hendaknya
menggunakan metode yang bervariasi.
4.
Generalisasi ke situasi baru
Anak diberikan kesempatan yang cukup untuk menggenerali-sasikan
keterampilan mereka dalam berbagai situasi. Contohnya anak diberi latihan
melalui variasi soal cerita agar semakin terampil mengaplikasikan kemampuannya
dalam berbagai situasi baru.
5.
Menyadari kekuatan dan kelemahan siswa
Sebelum membuat keputusan mengenai teknik yang akan
digunakan untuk mengajar anak, guru harus menganalisis kemampuan anak. Sebagai
acuan guru dapat merumuskan berbagai pertanyaan berkaitan dengan kemampuan
anak.
6.
Membangun fondasi yang kokoh tentang
konsep dan keterampilan matematika
Dalam belajar matematika harus dibangun fondasi yang
kokoh tentang konsep dan keterampilan. Fondasi yang kokoh dapat diperoleh
apabila guru:
a.
Menekankan pembelajaran matematika pada
pemberian jawaban atas persoalan, bukan menghafal tanpa pemahaman.
b.
Memberikan waktu yang cukup agar anak
melakukan generalisasi berkaitan dengan pemecahan masalah sehari-hari
c.
Mengajarkan matematika secara koheren
(saling berkaitan antartopik)
d.
Memberikan latihan dan pengulangan yang
cukup
e.
Menggunakan program yang sistematis yang
memungkinkan konsep dan keterampilan yang diajarkan berdiri di atas konsep
keterampilan yang telah dikuasai dengan baik.
7.
Menyajikan program matematika yang
seimbang
Program matematika yang seimbang mencakup kombinasi
antartiga elemen: 1) konsep, 2) keterampilan, dan 3) pemecahan masalah.
8.
Penggunaan kalkulator
Kalkulator dapat digunakan setelah anak memiliki
keterampilan kalkulasi. Penggunaan kalkulator bukan untuk menanamkan konsep
kalkulasi, namun menanamkan penalaran matematika. Kalkulator dapat juga
digunakan untuk menghitung fakta-fakta dasar maupun proses matematika yang
kompleks, dan dapat digunakan untuk latihan atau memeriksa pekerjaan sendiri.
G.
Daftar Pustaka
http://etd.eprints.ums.ac.id/13634/2/3._BAB_I.pdf
diambil pada 9 Mei 2012
Abdurrahman
2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar, Jakarta: Rineka Cipta
No comments:
Post a Comment