July 06, 2024

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2

 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2

Oleh: Ari Ermawan

SDN Kembangan Utara 10


Saya Ari Ermawan, Calon Guru Penggerak Angkatan 10 dari DKI Jakarta. Kali ini Saya akan melakukan refleksi kegiatan Saya pada modul 2.2. Dalam merefleksikan pengalaman Saya, Saya menggunakan Model 4F (Fact, Feelings, Findings dan Future) atau 4P (Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran dan Penerapan):

 

1. FACT (Peristiwa)

 Pada hari Selasa, 25 Juni 2024 saya memulai modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional. Dalam modul ini saya mempelajari mengenai hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelaaran sosial emosional melalui ekplorasi konsep. Ada 5 kasus dalam ekplorasi konsep yang harus dianalisis pemecahan masalahnya berkaitan dengan pembelajaran sosial emosional. Pada tanggal 27 dan 28 Juni kami melakukan diskusi melalui ruang kolaborasi mempresentasikan hasil diskusi kelompok, kemudian pada tanggal 3 Juli kami mengikuti sesi Elaborasi pemahaman,

 

2. FEELINGS (Perasaan)

 Saya merasa sangat senang mempelajari materi pembelajaran sosial dan emosional ini karena semakin memperdalam pemahaman saya tentang bagaimana memahami kondisi peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran. Melalui materi ini, saya belajar untuk lebih peka terhadap perasaan, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi oleh siswa. Pemahaman ini memungkinkan saya untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan suportif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan didukung dalam proses belajarnya. Selain itu, pengetahuan tentang aspek sosial dan emosional ini membantu saya mengenali tanda-tanda stres atau kecemasan pada siswa, sehingga saya dapat memberikan intervensi yang tepat untuk membantu mereka mengatasi hambatan tersebut.

Saya berpikir bahwa kesuksesan pembelajaran bukan hanya tentang menyelesaikan suatu materi pembelajaran, namun bagaimana murid mampu memahami pelajaran tersebut secara lebih mendalam dan bermakna bagi kehidupannya. Pembelajaran yang efektif tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga melibatkan pengembangan keterampilan sosial dan emosional. Ketika siswa mampu mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman pribadi dan kehidupan sehari-hari mereka, mereka akan lebih mudah menginternalisasi pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermanfaat bagi perkembangan mereka secara keseluruhan.

Pemahaman yang lebih mendalam tentang pembelajaran sosial dan emosional juga mengajarkan saya pentingnya membangun hubungan yang positif antara guru dan siswa. Hubungan yang baik antara guru dan siswa dapat meningkatkan motivasi belajar dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Ketika siswa merasa dihargai dan didukung oleh gurunya, mereka cenderung lebih bersemangat untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelas. Selain itu, hubungan yang kuat dengan siswa memungkinkan guru untuk lebih memahami kebutuhan individu mereka, sehingga dapat memberikan pendekatan pembelajaran yang lebih personal dan efektif.

Secara keseluruhan, mempelajari materi pembelajaran sosial dan emosional telah membuka wawasan saya tentang pentingnya memahami siswa sebagai individu yang unik dengan berbagai kebutuhan dan potensi. Saya menyadari bahwa peran guru tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran, tetapi juga sebagai pembimbing yang membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang penting bagi kehidupan mereka. Dengan demikian, saya berkomitmen untuk terus mengembangkan diri dalam aspek ini, agar dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan holistik bagi siswa-siswa saya.

 

3. FINDINGS (Pembelajaran)

 Dari hasil mempelajari modul pembelajaran sosial emosional ini, saya mendapatkan banyak hal yang sangat bermanfaat. Salah satunya adalah pemahaman tentang pentingnya membuat program pembelajaran yang berpihak pada murid. Program tersebut harus memuat konten yang memberikan suara kepada murid, memungkinkan mereka untuk memilih  bagaimana mereka belajar, dan memberikan kepemilikan atas proses pembelajaran mereka. Dengan melibatkan murid secara aktif dalam proses ini, mereka merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk belajar.

Pada akhirnya, pembelajaran yang dirancang dengan baik melibatkan sosial dan emosional murid dan terkelola dengan baik akan melahirkan murid yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Profil ini mencakup karakteristik siswa yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebinekaan global. Dengan pendekatan yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengembangkan aspek sosial serta emosional mereka, kita dapat membantu mereka menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

 

4. FUTURE (Penerapan)

 Penerapan pembelajaran sosial emosional (PSE) di sekolah dimulai dengan evaluasi awal untuk memahami kebutuhan sosial dan emosional siswa serta kapasitas sekolah dalam memenuhinya. Langkah ini melibatkan pemetaan aset yang ada, seperti sumber daya manusia dan fasilitas, serta program yang sudah berjalan melalui survei, wawancara, atau diskusi kelompok dengan siswa, guru, dan orang tua. Setelah kebutuhan teridentifikasi, kurikulum PSE yang terintegrasi dengan kurikulum akademik disusun, mencakup tujuan pembelajaran sosial dan emosional, strategi pengajaran, serta metode evaluasi. Guru dan staf kemudian mendapatkan pelatihan khusus tentang PSE untuk memastikan mereka siap dan mampu mengimplementasikannya, dengan pelatihan berkelanjutan dan dukungan profesional sebagai kunci keberlanjutan program.

PSE diintegrasikan ke dalam semua aspek kegiatan sekolah, baik di dalam maupun di luar kelas, melalui pengajaran aktif keterampilan sosial dan emosional oleh guru dan penciptaan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Monitoring dan evaluasi secara berkala dilakukan untuk menilai efektivitas program melalui observasi kelas, penilaian siswa, serta feedback dari guru, siswa, dan orang tua, dan hasil evaluasi digunakan untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian program. Pelibatan orang tua dan komunitas juga menjadi bagian penting, dengan sekolah mengadakan workshop atau pertemuan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya PSE dan bagaimana mereka bisa mendukungnya di rumah, serta kerjasama dengan komunitas untuk memperkaya program melalui berbagai kegiatan dan sumber daya tambahan.

Agar program PSE berjalan dengan baik, diperlukan kebijakan sekolah yang mendukung seperti kebijakan anti-bullying dan kebijakan kesejahteraan siswa yang memberikan kerangka kerja yang jelas bagi guru, staf, dan siswa. Dengan rencana penerapan yang matang dan dukungan dari seluruh komunitas sekolah, pembelajaran sosial emosional diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perkembangan siswa, tidak hanya secara akademis tetapi juga dalam keterampilan sosial dan emosional yang penting untuk kehidupan mereka di masa depan.

 Terima kasih

 

No comments:

Komentar Terkini