Gokil banget nih lagu,
Aku temukan pas coba-coba searching di youtube
Dengerin deh..
December 18, 2011
Observasi di SLB/B Pangudi Luhur Jakarta
Pendidikan guru menjadi tahap persiapan yang harus ada sebelum seseorang dinyatakan sebagai pendidik. Sesuai dengan tujuan pendidikan di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Atma Jaya, menyiapkan guru yang memahami peserta didik secara mendalam, menguasai bidang studi ke-SD-an dan metode penyampaiannya, maka mahasiswa perlu mendapat gambaran mengenai kondisi riil di lapangan.
Pendidikan secara utuh tidak hanya menekankan kecerdasan akademis, namun aspek sosial, emosional dan religiusitas juga harus seimbang. Perkuliahan yang terjadi dalam kelas melatih mahasiswa secara akademis untuk memenuhi kompetensi pedagogik yang diharapkan. Sedangkan aspek lain diperoleh melalui proses berkelanjutan berdasarkan pengalaman secara langsung baik di perkuliahan maupun melalui kegiatan observasi.
Mata kuliah Belajar Pembelajaran memfasilitasi mahasiswa untuk memperoleh pengalaman melalui observasi lapangan. Observasi ini merupakan kegiatan yang dilakukan mahasiswa untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di sekolah. Melalui observasi ini diharapkan mahasiswa memiliki gambaran konkret mengenai pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru bersama siswanya, sehingga lebih siap dan bersemangat untuk mengikuti perkuliahan sebagai modal utama menjadi guru sekolah dasar.
Observasi ini dilaksanakan di SDLB/B Pangudi Luhur Jakarta, yang beralamat di Jalan Pesanggrahan 125 Kembangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sekolah ini melayani anak berkebutuhan khusus dengan spesialisasi ketunarunguan yang berintelegensi normal (educabel). Cara berkomunikasinya bukan dengan bahasa isyarat melainkan bahasa oral dengan penekanan khusus dan taktil kinestetis yang dicetuskan oleh A.van Uden dari Belanda.
Diskusi yang dilakukan dengan guru menambah pengalaman tersendiri bagi penulis. Motivasi mengajar yang sangat tulus dan dijalani dengan ikhlas menunjukkan sikap kedewasaan tingkat tinggi yang layak diteladani dalam melayani sesama. Kesabaran ekstra dalam melaksanakan pembelajaran sangat menonjol, mengingat anak tunarungu memiliki keterbatasan kemampuan berbahasa. Bahasa buku menjadi sangat abstrak sehingga tugas guru menjadi lebih berat karena harus membahasakan kembali ke dalam bahasa yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami siswa.
Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Francine Avanti S., S.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar Pembelajaran, sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan observasi. Harapan penulis semoga laporan observasi lapangan ini bermanfaat bagi pihak lain yang membutuhkan dan bagi penulis sendiri untuk semakin memahami perserta didik, materi, dan metode yang dipilih.
December 17, 2011
LENTERA
Karya: Ari Ermawan
(Didedikasikan untuk para guru yang telah dengan setia menjadi tangan-tangan Allah)
Diawali dari sebuah fatamorgana
Aku terkulai menatap gelimang kekosongan
Mengais butir-butir cahaya hidup
Sekedar menuntun langkah yang goyah
Hingga akhirnya kau datang
Kau topang aku dalam kelimpunganku
Kau lepaskan belitan-belitan di kakiku
Sekejap kau sinari jalan sejauh mata memandang
Namun aku marah!
Kau tak selalu ada
Hanya senyum yang kau beri atas sejuta tanya
Hanya lentera kecil yang kau bawa ketika aku meminta cahaya
Kontemplasi memaksaku diam dan jauh memandang
Engkau mengharuskanku memiliki lentera sendiri
Untuk menyalakan lentera-lentera sesamaku jua
Engkau jadikan aku tak sekedar hidup
Jika saat ini engkau mendengar
Sejuta rasa gembira ingin aku ungkapkan
Guru
Terimakasih untuk lentera ini
December 15, 2011
INOVASI KURIKULUM (bagian 2)
BAB IV PENDEKATAN DAN ORGANISASI KURIKULUM
ORIENTASI, PENDEKATAN, DAN STRATEGI KURIKULUM
Orientasi: Arah
1. Pada bahan pelajaran à bahan/materi yang diajarkan
2. Pada tujuan à pencapaian tujuan pendidikan
3. Pada kegiatan belajar pembelajaran à cara siswa belajar
4. Pada komptensi à penguasaan kompetensi tertentu
Pendekatan: Cara kerja untuk memperoleh kurikulum yang lebih baik
1. Pendekatan bidang studi à langkah: mengidentifikasi pokok bahasan, kemudian merincinya menjadi bahan-bahan pelajaran
2. Pola orientasi bahan à pendekatan: mata pelajaran (pemisahan mata pelajaran menjadi bagian tersendiri); korelasi (mengelompokkan mata peajaran); integrasi (mengintegrasikan bagian-bagain menjadi keseluruhan)
3. Berorientasi pada tujuan à menempatkan tujuan pada posisi sentral
4. Rekonstruksionalisme à menempatkan masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat
5. Humanistik à mengutamakan perkembangan afektif peserta didik
6. Akuntabilitas à pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat
7. Kompetensi à penguasaan kompetensi tertentu susuai tingkat perkembangan
8. Sistem pengelolaan à terpusat (mata plajaran pokok) dan tersebar (muatan lokal)
9. Fokus sasaran à menutamakan penguasaan ilmu pengetahuan
Strategi: siasat
1. Mengubah sistem pendidikan à total oleh kementrian pendidikan nasional
2. Mengubah kurikulum tingkat lokal à dilakukan oleh sekolah
Strategi pelaksanaan: cara-cara
1. Pelasanaan pembelajaran: dalam bentuk tatap muka di kelas, modul, intra, ko, dan ekstrakurikuler
2. Penilaian untuk mengukur pencapaian tujuan: formatif, subsumatif, sumatif
3. Bimbingan untuk lebih memahami peserta didik
4. Administrasi untuk pengelolaan sarana-prasarana agar efektif dan efisien
5. Supervisi sebagai bantuan kepada seluruh staf sekolah
Organisasi kurikulum: berupa kerangka program pembelajaran
1. Struktur horisontal: penyusunan bahan pembelajaran yan gakan disampaikan kepada peserta didik
2. Struktur vertikal: berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah à sistem kelas (kurikulum dilaksanakan melalui kelas-kelas pada jenjang pendidikan tertentu) sistem tanpa kelas (tanpa adanya tingkatan kelas tertentu) kombinasi (mengintegrasikan keuntungan kedua sistem); sistem unit dan alokasi waktu (mengalokasikan waktu untuk menyelesaikan program tertentu) à contoh: semester, cawu
BAB V EVALUASI KURIKULUM
Evaluasi urikulum: suatu proses untuk mengukur prestasi peserta didik, menentukan kelebihan dan kekurangan program pembelajaran, menentukan tingkat ketercapaian tujuan , sebagai dasar penyempurnaan kurikulum
Sifat evaluasi kurikulum:
1. Formal à berdasarkan pengumpulan data
2. Informal à berdasarkan perkiraan/dugaan
Syarat program evaluasi kurikulum (sukmadinata 1988):
1. Mengakui keberadaan nilai dan penilaian
2. Berorientasi pada tujuan
3. Bermanfaat untuk diagnostik
4. Valid
5. Integratif
Proses dan langkah Evaluasi (Stufflebean):
1. Penetapan aspek dan tujuan evaluasi
2. Penentuan macam data yang diperlukan
3. Pengumpulan data
4. Pencapaian kriteria yang dievaluasi
5. Analisis berdasarka kinerja
6. Menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan
Fungsi evaluasi kurikulum (Eisner):
1. Diagnosis
2. Revisi
3. Perbandingan à rencana dan pelaksanaan
4. Antisipasi kebutuhan pendidikan
5. Penentuan ketercapaian pendidikan
Aspek Evaluasi kurikulum:
1. Evaluasi perencanaan kurikulum à Evaluasi dan perencanaan bersifat komplementer
(1) Keseluruhan perencanaan, (2) perencanaan pengalaman belajar, (3) organisasi perencanaan
2. Evaluasi pelaksanaan kurikulum à merupakan upaya mengetahui keefektifan dan keefisienan penerapan desain kurikulum.
(1) Evaluasi kuantitatif à tes standar (skolastik, aptitude, diagnostik,dll) (2) Evaluasi Kualitatif à non-tes (portofolio, angket, wawancara, inventori, dll)
Model Evaluasi kurikulum:
1. Diskrepensi (Malcolm Provus) à perbedaan antara standar yang ditetapkan dnegan pelaksanaan
5 tahapan: desain, pelaksanaan, produksi, terminal, biaya
2. Countenance ( Robert Stake) à partisipasi aktif pihak terkait (guru, orang tua, administrator, dll)
3. Model CIPP (Contex Input Process Product) – Daniel L. Stufflebean
BAB VI KURIKULUM S1 PGSD UNIKA ATMA JAYA
Sejarah:
S1 mulai diselenggarakan Agustus 2002, tahun 2003 (kurikulum operasional pertama), tahun 2008 (kurikulum operasional kedua)
Visi:
Menjadi prodi yang memiliki keunggulan akademik dalam mengjasilkan guru kelas SD yang memiliki kompetensi pedagogik, keilmuan, kepribadian, sosial, untuk mewujudkan perpaduan iman kristiani, iptek, dan budaya Indonesia
Misi:
1. Pendidikan akademik kekhususan Matematika dan IPA atau B Inggris
2. Melaksanakan kegiatan ilmiah
3. Mendarmabaktikan pengetahuan pendidikan
Tujuan:
1. Menghasilkan guru kelas yang menguasai kompetensi: mengenal PD secara mendalam, menguasai materi dan metodolohi, menyelenggarakan pembelajaran edukatif dan kreatif, mengembangkan profesionalitas
2. Menghasilkan penelitian demi kualitas penbelajaran SD
3. Menghasilkan sarjana yang memapu melayani masyarakat, dan mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Profil lulusan: S1 yang memiliki kompetensi sebagai guru SD, keunggulan dalam pembelajaran MIPA/ B Inggris
SKL: 4 Kompetensi utama dan kompetensi pendukung serta kompetensi lainnya
Kompetensi Utama:
1. Mampu mengenal PD secara mendalam: prinsip karakteristik aspek perkembangan, merancang program, cara belajar, bimbingan
2. Menguasai bidang studi: menguasai BS utama, metodologi, BS penunjang merancang &simulasi
3. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik: prinsip dasar penyelenggaraan, merancang pembelajaran yang mendidik, melaksanakan pembelajaran 5 bidang studi, menilai proses
4. Pengembangan profesional berkelanjutan: berperilaku sebagai guru, mengembangkan diri, melalukan penilaian dan refleksi kinerja, berkomunikasi efektif
Kompetensi pendukung:
1. Memahami nilai keagamaan
2. Menguasai kiemampuan bahasa Inggris
3. Menguasai statistika dan kaidah penulisan ilmiah
4. Mengenal metodologi dan substans BS penunjang
Kompetensi lainnya:
1. Menguasai pembeajaran MIPA dan B Inggris
2. Menguasai PAUD, kesehatan lingkungan, kepramukaan, ketrampilan, bimbingan kelompok, dan permainan anak
December 11, 2011
AKU MENGHABISKAN 10 TAHUN untuk MEMBENCI, dan SEUMUR HIDUP MENCINTAI
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
"Maaf sayang, kemarin Erick meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku." Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. "Apalagi??"
"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?" tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena "musuh"ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, "selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Armandi?" kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, beberapa saat kemudian terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku berdoa karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Tuhan karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Doalah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Tuhan padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak.
Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Sarah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Erick, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Sarah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, "Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Sarah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?"
Aku merangkulnya sambil berkata "Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta."
Putriku menatapku, "Seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?"
Aku menggeleng, "bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua."
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
"Maaf sayang, kemarin Erick meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku." Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. "Apalagi??"
"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?" tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena "musuh"ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, "selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Armandi?" kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, beberapa saat kemudian terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku berdoa karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Tuhan karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Doalah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Tuhan padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak.
Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Sarah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Erick, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Sarah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, "Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Sarah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?"
Aku merangkulnya sambil berkata "Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta."
Putriku menatapku, "Seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?"
Aku menggeleng, "bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua."
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
December 10, 2011
Sinopsis film "THE RUM DIARY"
Film The Rum Diary dibuat berdasarkan sebuah novel karya novelis Amerika Serikat, Hunter S. Thompson. Johnny Depp yang sebelumnya turut membintangi adaptasi novel Thompson lainnya, Fear and Loathing in Las Vegas (1997) memerankan karakter utama di film ini, The Rum Diary secara resmi memulai proses produksinya sejak tahun 2009.
Karakter Paul Kemp sebagai tokoh utama yang diperankan oleh Johnny Depp. Pada tahun 1960, Paul adalah seorang jurnalis berkebangsaan Amerika Serikat yang kemudian merasa jenuh dengan segala kepadatan aktivitas di kota New York dan negara Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Dwight D. Eisenhower. Kemp memilih untuk melanjutkan karirnya sebagai seorang jurnalis di Puerto Rico dengan melamar di sebuah harian The San Juan Star yang dipimpin oleh Edward J. Lotterman yang diperankan oleh Richard Jenkins.
Mungkin, dengan hobi Paul Kemp yang suka mabuk-mabukan dan gaya hidupnya yang berantakan, tak akan ada seorangpun yang mau menerima lamaran pekerjaannya. Namun di luar dugaan akhirnya Lotterman menerima Paul sebagai jurnalisnya.
Paul terlibat berbagai intrik sosial dan politik kotor yang terjadi di Puerto Rico. Bersama rekan kerjanya, Bob Sala (Michael Rispoli), Paul berkenalan dengan Hal Sanderson (Aaron Eckhart), mantan pekerja The San Juan Star yang telah beralih profesi menjadi seorang pebisnis handal.
Mengetahui bahwa Paul adalah seorang penulis yang handal, dan juga tidak akan menolak sejumlah uang, Hal kemudian menawarkan Paul sebuah proyek untuk menuliskan beberapa artikel fiksi tentang proses pembangunan sebuah resort mewah di salah satu pulau Puerto Rico dengan menutupi berbagai keburukan sosial yang terdapat di sekitar pulau tersebut sehingga rencana pembangunan resor mewah tersebut akan mendapatkan dukungan luas dari publik.
Diantara segala intrik tersebut, Paul juga terlibat cinta segitiga dengan tunangan Hal yang sangat jelita, Chenault (Amber Heard), yang kemudian justru memperumit hubungannya dengan Hal.
TRUK SAMPAH
Suatu hari saya naik sebuah taksi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Supir taksi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.
Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan mulai menjerit ke arah kami. Supir taksi hanya tersenyum dan melambai pada orang-orang tersebut. Saya benar-benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya,
"Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!" Saat itulah saya belajar dari supir taksi tersebut mengenai apa yang saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah".
Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah... Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.
Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.
Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka:
Kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak.
Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.
December 03, 2011
Perempuan Tua, Sahabat Lama, atau Pasangan Hidup?
Anda sedang nyetir sendirian dengan mobil kecilmu, di tengah malam, hujan deras, banyak guntur dan petir. Jauh dari perumahan penduduk.
Tiba-tiba mobil Anda distop oleh 3 orang yang sedang nunggu tumpangan:
1. Perempuan tua yang tampak kesakitan dan butuh sekali pertolongan.
2. Sahabat lama yang pernah menyelamatkan hidup Anda.
3. Pasangan hidup yang Anda idamkan & impikan.
Karena mobil Anda kecil, dengan supir hanya muat untuk 1 orang lagi.
Dari ketiga orang itu mana yang akan dipilih untuk ikut bersama Anda???
Sebelum menentukan pilihan, pikirkanlah baik-baik!
Sebuah dilema untuk memilih YANG TERBAIK BAGI ANDA DAN SESAMA...
* Membawa wanita tua itu, karena emergency,
atau...
* Memilih sahabat lama, karena ini adalah waktu yang tepat untuk membalas budinya,
atau...
* Pasangan hidup idaman yang belum tentu bisa ketemu lagi?
Telah banyak yang menjawab pertanyaan ini, dan mereka memilih yang terbaik menurut mereka!?
Ditemukan satu jawaban yang mengejutkan...
Dia menjawab dengan sederhana:
"Saya akan berikan kunci mobil itu kepada sahabat lama yang pernah menyelamatkan hidup saya, dan saya akan minta dia untuk mengantarkan wanita tua yang tampak gawat itu. Kemudian saya akan berdiri di samping pasangan hidup idaman & impian saya, sambil nunggu tumpangan yang lewat..."
Sometimes, we gain more if we are able to give up our stubborn thought limitations.
Never forget to 'Think Outside of the Box'.
BIJAKLAH MENANGGAPI MASALAH, KARENA SEMUA PASTI AKAN ADA JALAN KELUARNYA!
Semoga TUHAN selalu memberikan petunjuk, bimbingan dan perlindungan serta berkat NYA sehingga hidup ini bisa kita isi agar bermanfaat dan membantu orang-orang yang membutuhkannya dalam bentuk apa pun yang mau kita berikan dan dengan cara bagaimana pun yang mampu kita lakukan dengan tulus & kasih... AMIN!
NOTE: Dikutip & diedit dari sebuah renungan...
Subscribe to:
Posts (Atom)