Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas guna memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14), dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru secara konsisten berusaha merespons kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti guru harus mengajar dengan 32 cara berbeda untuk 32 murid, atau menambah jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja. Juga bukan berarti mengelompokkan murid pintar dengan pintar dan kurang dengan kurang, atau memberikan tugas berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah proses pembelajaran yang kacau, di mana guru harus membuat beberapa perencanaan sekaligus dan berlari ke sana kemari membantu setiap murid dalam waktu yang bersamaan.
Proses pembelajaran berdiferensiasi di kelas dilakukan dengan menerapkan berbagai macam diferensiasi sesuai kebutuhan murid. Kebutuhan murid harus dipenuhi dalam tiga aspek: kesiapan murid, minat murid, dan profil belajar murid. Sebelum melaksanakan diferensiasi di kelas, guru perlu mengetahui kebutuhan murid berdasarkan ketiga aspek ini agar dapat merancang pembelajaran berdiferensiasi dengan efektif. Setiap kelas memiliki cara berbeda dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dan ini harus disepakati bersama agar dapat berjalan dengan baik. Guru perlu mempersiapkan rubrik penilaian untuk diferensiasi produk, diferensiasi konten dengan mempelajari cara menyampaikan materi dengan cara yang berbeda, serta diferensiasi proses dengan menyediakan bahan ajar yang dapat diakses murid dalam berbagai format, sehingga mereka dapat memilih sumber informasi yang sesuai.
Kaitan dengan Modul Lain
Modul ini terkait dengan filosofi pembelajaran Ki Hajar Dewantara, yang menyatakan bahwa pendidik harus menuntun murid untuk berkembang sesuai kodrat mereka. Pembelajaran harus berorientasi pada murid dan berpihak pada mereka. Sebagai agen perubahan, guru harus mengambil tindakan inisiatif untuk melakukan perubahan pada murid yang diajarnya, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional saat ini, yaitu mewujudkan murid berprofil Pancasila melalui pembelajaran merdeka sesuai filosofi pendidikan KHD. Hal ini dapat terwujud jika kita memahami dan mengembangkan nilai-nilai dalam diri kita sebagai pendidik, dan membuat visi yang jelas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Guru dapat menerapkan pendekatan inkuiri apresiatif, yaitu pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Perubahan yang diinginkan oleh organisasi seperti sekolah dilakukan bersama-sama oleh semua elemen, berdasarkan kekuatan yang dimiliki. Inkuiri Apresiatif berfokus pada kekuatan setiap anggota dan menyatukannya untuk mencapai hasil terbaik. Pendekatan ini dimulai dengan mengidentifikasi hal baik yang ada, mencari cara untuk mempertahankannya, lalu menyusun strategi untuk perubahan ke arah lebih baik. Tahapan utama dalam pendekatan Inkuiri Apresiatif adalah BAGJA: Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabaran Rencana, Atur Eksekusi. Untuk mewujudkan visi merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila, sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan kondusif bagi warga sekolah.
Budaya Positif di Sekolah
Untuk mewujudkan hal tersebut, sekolah harus mampu menumbuhkan budaya positif. Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid, sehingga mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat, dan bertanggung jawab. Tujuan membangun budaya positif di sekolah adalah menumbuhkan karakter anak yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter dapat menerapkan budaya positif dengan menentukan posisi kontrol guru sesuai kebutuhan murid, membuat kesepakatan kelas, dan menerapkan disiplin positif di kelas.
Disiplin Positif
Disiplin positif adalah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid menjadi pribadi yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, baik bagi murid maupun orang dewasa (termasuk orangtua dan guru). Disiplin positif bertujuan bekerja sama dengan murid, bukan menentang mereka, dengan menekankan pada membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka. Ini melibatkan memberikan pedoman yang jelas untuk perilaku yang dapat diterima dan mendukung mereka dalam mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah, serta mendorong pendidik untuk menjadi panutan positif. Oleh karena itu, diperlukan guru yang mampu sebagai manajer dalam menerapkan budaya positif di sekolah. Budaya positif di kelas bisa dimulai dengan membuat kesepakatan kelas.